Entah mengapa (di luar kodrat saya sebagai pria), saya begitu tertarik jika "ngerumpi" soal wanita. Ya inilah, tak bisa dipungkiri, wanita itu makhluk yang fitrahnya menarik. Sedangkan pria? ya pasti jadi pihak yang tertarik, atau bahasa kasarnya "ditarik".. hehehehe
Semenjak dahulu wanita kerap
dianggap rendah, benalu, aib dan objek seks. Bagaimana fakta sejarah
membuktikan, kebudayaan Yunani –yang dikatakan peradaban paling tua- memandang
wanita begitu rendahnya. Apalagi jika kita temukan gambar-gambar atau
patung-patung di dalam bangunan Eropa kuno, gereja-gereja, maupun
sinagog-sinagog yang mengeksploitasi wanita dengan sangat ‘mengerikan’ dan
vulgar.
Wanita seolah-olah dijadikan
simpanan. Dewa Zeus, dewa paling tinggi dalam mitologi Yunani dikisahkan
mempunyai banyak selir atau selingkuhan (kalau Anda penasaran silakan cari di google). Bagaimana dengan para hamba
jika dewanya saja sudah mengajarkan untuk selingkuh? Bahkan selingkuhannya
merembah ke manusia juga, setelah menikah dengan Dewi Hera, Sang Dewa belum
puas, maka selingkuhlah dengan manusia. Jadilah Zeus mempunyai anak ‘manusia
setengah dewa’.
Adapula Dewi Aphrodite (Dewi
Kecantikan) yang dinikahkan Zeus kepada saudaranya sendiri; Dewa Hephaestus
(Dewa Pandai Besi), yang notabene berwajah buruk. Aphrodite tak terima, karena
manalah mungkin Dewi Kecantikan menikah dengan Dewa ‘Buruk Rupa’. Akhirnya Sang
Dewi Kecantikan main serong kepada Dewa Ares. Jadi inilah gambaran wanita di
Yunani, kalo ga selingkuh, ya
diselingkuhin.
Dalam Kitab Talmud-nya orang Yahudi,
tidak beda jauh. Tertera dalam Menahoth 43b-44a:
"Seorang lelaki Yahudi
diwajibkan membaca doa berikut setiap hari; 'Terimakasih Tuhan! karena tidak
menjadikanku seorang kafir, atau seorang wanita atau budak belian”
Kesimpulannya, wanita disejajarkan
dengan orang kafir ataupun budak. Seharusnya kata-kata yang terlontar dari
mulut wanita Yahudi, tidak jauh dari kalimat, “trus gue harus ngapain kalo udah disamain dengan orang kafir?”.
Juga apa yang tertuang dalam Talmud Kehuboth 11b:
"Bila lelaki Yahudi yang
telah dewasa bersetubuh dengan anak perempuan, maka itu tidak mengapa"
Beberapa peradaban tak jauh berbeda. Tradisi
Sati orang Hindu di India, mengharuskan seorang wanita yang telah menikah, jika
suaminya mati dan ia masih hidup, maka ia harus ikut mati bersama suaminya.
Maka kesimpulannya, istri tidak boleh ‘lebih’ dari suami.
Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa sallam pun
datang, membawa kebenaran bernama Islam. Menebar kedamaian, mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Saat turun perintah berhijab[1],
para wanita mukmin yang mendengar wahyu dari Allah yang disampaikan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam’ langsung
mencari dan menyobek kain di sekitarnya untuk dijadikan hijab. Benarlah, bukan
dikungkung, tapi agar mudah dikenali. Bukan dikekang, tapi agar lebih
dihormati. Bukan cantiknya tak terlihat, justru cantiknya terpelihara ibarat
permata yang dijual di etalase. Tak sembarang orang bisa memegang, tak
sembarang orang bisa meminang. Inilah bentuk penghargaan Islam atas wanita,
makhluk terindah yang pernah diciptakan Allah azza wa jalla.
Seharusnya dengan turunnya
perintah ini, para wanita bersyukur, bisa bebas kemanapun tanpa khawatir
‘perhiasannya’ dinikmati mata keranjang tak bertanggung jawab. Keindahannya
tetap terjaga, kehalusannya tetap utuh, tidak dirusak terik matahari, tidak
tercemar debu dan kotoran. Maka beruntunglah bagi kalian yang telah berhijab,
surga tinggal beberapa jengkal bagi kalian. Bagi yang belum berhijab, maka
berhijablah!
Hemnnn... -_-"
ReplyDeletekenapa?
ReplyDeletekalau dari apa yang tertuang dalam Talmud Kehuboth 11b, seharusnya kata-kata yang terlontar dari mulut wanita Yahudi apa kak??? :D :v
ReplyDelete