Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu.” (QS. Fushilat: 30).
Istiqomah
adalah lambang keimanan seseorang kepada Allah. Keyakinan hati, kebenaran lisan
dan kesungguhan beramal adalah unsur-unsur keimanan yang dapat dijalankan
dengan baik dengan istiqomah. Istiqomah artinya keteguhan dalam memegang
prinsip. Istiqomah adalah terus komitmen pada kebenaran dan terus beribadah.
Istiqomah adalah sikap yang sangat menakjubkan. Bahkan itu lebih menakjubkan
daripada seseorang yang terus menerus beribadah kemudian ia menjauh dari dunia.
Dengan istiqomah, maka jelaslah keimanan seseorang.
Terkisahlah
Nuh ‘alaihissalam. Dengan mengiba mengadukan masalahnya kepada Tuhannya.
Masalah dakwah yang tak kunjung usai. Ratusan tahun berdakwah nyatanya tidak
menjamin jumlah pengikutnya. Nuh, Sang Utusan Pertama harus dikecewakan oleh
jumlah pengikutnya yang tak lebih dari delapan puluh orang. Nuh bersedih.
Meskipun sedihnya Nuh tidak sama tingkatannya bila dibandingkan dengan kesedihan tingkat
banci para aktivis kacangan organisasi dakwah milenium yang meratapi kekurangan
rekrutannya. Curahan hati Nuh, Allah catat dalam firman-Nya beberapa ayat.
Tetapi hiburan dari Tuhannya adalah seelok-elok hiburan. Tak pelak, berbagai
ocehan dan cemoohan tak dihiraukannya. Hingga terbentuklah bahtera besar hasil
karya tangannya. Tak dinyana, hujan pun turun begitu derasnya. Hingga menutup
seluruh daratan, bahkan airnya melingkupi perbukitan. Semua tenggelam, namun
tidak bagi Nuh beserta pengikut-pengikutnya. Nuh istiqomah, pun para
pengikutnya. Mereka selamat, selamat di dunia. Namun yang paling penting adalah
mereka kelak selamat dan mendapat kebahagiaan di akhirat. Surga didapat, dengan
kunci istiqomah dalam dakwahnya. Adakah kita?
Istiqomah
memang perintah, namun istiqomah bukanlah di lisan. Istiqomah dapat dilihat
pada kesungguhan seorang yang tidak lelah berlama-lama shalat tarawih
berjamaah. Istiqomah dapat dilihat dari ketangguhan seorang tukang becak yang
siang-malam mengayuh demi keridhoan Allah dan menafkahi keluarganya. Istiqomah
dapat dilihat dari seorang guru yang tanpa pamrih menghadapi
kenakalan-kenakalan muridnya, namun ia tetap mengajar dengan sungguh-sungguh
tanpa menghiraukan turun atau tidaknya gaji bulan ini. Istiqomah dapat dilihat
pada seorang istri yang setia menjaga kehormatan selagi suaminya pergi mencari
nafkah. Istiqomah ada pada diri mereka yang beriman, dan istiqomah pasti
bergaris akhir di jannah. Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, Katakanlah: “Rabbku adalah Allah” dan Istiqomahlah!” (HR.
At-Tirmidzi). Mampukah kita?
Berkurun-kurun
hidup bergelimang harta, bukan ahli waris raja pula. Tak dinyana, mahkota
kerajaan rela mampir pada dirinya. Ketika tiba hari pelantikannya, disadarinya
bahwa ia kini seorang pelayan umat. Selama tiga hari masa pelantikannya, ia
memperoleh pencerahan; dengan tegas menolak seluruh fasilitas istana yang
diperuntukkan bagi seorang sultan. Istrinya terkejut bukan kepalang tatkala
mendengar berita bahwa suaminya, sang khalifah baru, menolak segala fasilitas
istana dan hanya memilih menunggang keledai untuk kendaraan sehari-hari,
ditambah membatalkan acara pelantikan dirinya sebagai khalifah yang akan
diadakan besar-besaran dan penuh kemewahan. Sang istri pun tercenung heran,
sebab suaminya adalah orang yang dimaklumi dengan kemewahan yang melekat
padanya. Tidak lebih dari dua tahun memimpin, pemerintahannya berhasil
menihilkan kemiskinan. Umar bin Abdul Aziz ber-istiqomah, istiqomah dalam
kepemimpinannya. Istiqomah dalam menyejahterakan rakyatnya. Adakah kita?
Dalam
ayat pembuka pembicaraan ini, dijelaskan bahwasanya kelak jika para pelaku
istiqomah ini meninggal (dalam keadaan istiqomah dalam beriman) maka malaikat
akan turun kepada mereka seraya berkata, “Janganlah kalian merasa takut”. Malaikat
menghibur mereka untuk tidak takut akan apa yang mereka temui nanti di Alam
Barzakh dan di Hari Kiamat. Kemudian malaikat pun melanjutkan kalimatnya, “Dan
janganlah kalian bersedih” untuk menghibur mereka yang telah meninggalkan
segala harta dan keluarganya di dunia. Serta ditambahkan pula, “Dan
bergembiralah kalian” sedang saat itu yang dimaksud oleh malaikat adalah agar
mereka gembira terhadap surga yang telah Allah janjikan untuk mereka.
Mungkinkah kita?
Mahar
terbaik, adalah mahar yang paling ringan. Namun barangkali tak ada yang lebih
ringan dan lebih agung bila dibandingkan dengan mahar yang diberikan Abu
Thalhah kepada Ummu Sulaim binti Milhan. Ummu Sulaim adalah seorang janda, Abu
Thalhah mengidamkannya. Ketika Abu Thalhah datang melamar, naga-naganya Ummu
Sulaim tak kuasa menolak pinangannya. Namun sebuah tabir menghalangi; Abu
Thalhah bukanlah muslim. Sejurus kemudian, pergilah Abu Thalhah menemui
Rasulullah. Saat itulah Rasulullah melihat cahaya Islam pada kedua mata Abu
Thalhah. Arkian, saudara muslim bertambah seorang; Abu Thalhah menyatakan bahwa
dirinya kini termasuk dalam golongan orang-orang yang berserah diri. Kembalilah
ia kepada Ummu Sulaim. Atas persetujuan putranya, Anas bin Malik, Ummu Sulaim
rela dipinang dengan mahar terindah sepanjang sejarah Islam. Bukan sebongkah
emas, ribuan hewan ternak, atau berdirham-dirham perak; melainkan keislaman
sang mempelai lelaki. Tiada kerugian yang didapat dari pernikahan tersebut. Abu
Thalhah didapati sebagai sahabat Nabi yang taat dan pembela Islam yang gigih.
Dari rumah tangga mereka, lahirlah para penghafal Qur’an yang memberi bobot
bagi bumi dengan kalimatullah. Abu Thalhah istiqomah dalam keislamannya. Ummu
Sulaim istiqomah dalam ketaatannya. Mereka istiqomah. Adakah kita?
Hadiah
para pelaku istiqomah bukanlah di sini (dunia) tetapi di sana (akhirat). Maka
mereka yang istiqomah adalah yang sabar terhadap godaan dan tipu daya dunia
yang melenakan. Adalah pula mereka yang gigih mempertahankan keimanannya atas
segala iming-iming duniawi yang sungguh sangat melalaikan. Juga mereka yang
sadar bahwasanya dunia ini hanya media untuk menggapai akhirat yang kekal dan
pasti adanya.
Tidak
takut dan tidak bersedih. Itulah perasaan orang-orang yang istiqomah ketika
mereka meninggalkan alam fatamorgana ini. Perasaan ini akan dialami oleh semua
orang yang istiqomah. Termasuk orang-orang yang ketika di dunia sangat bahagia,
memiliki anak yang banyak, kaya raya dan berkedudukan tinggi. Karena
kebahagiaan yang akan mereka terima di akhirat, akan jauh lebih baik dari apa
yang selama ini mereka rasakan di dunia.
Sebaliknya,
orang-orang yang kufur, tidak beriman, tidak istiqomah, gandrung bermaksiat dan
sombong, kelak akan merasakan ketakutan yang amat sangat dan kesedihan yang
mendalam. Meskipun di dunia mereka adalah orang yang paling nelangsa dan
sengsara. Karena, kesengsaraannya selama mereka di dunia, masih jauh lebih baik
dari kerugian yang akan diterimanya di akhirat.
Istiqomah
seolah menjadi sebuah jawaban dari segala pertanyaan orang beriman. Dalam
sebuah hadis, diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. “Ya, Rasul ajarkan kepadaku agama
Islam, ucapan yang mencakup seluruhnya sehingga aku tidak bertanya lagi
kepadamu sesudah ini.” Beliau menjawab, “Yakinlah kepada Allah dan istiqomah.”
(HR. Muslim)
Orang-orang
yang istiqomah itu juga bergembira dengan surga yang dijanjikan Allah; tempat
segala kenikmatan. Maka kedudukan istiqomah tidak kalah istimewanya dengan
amalan lain. Pantaslah mereka mendapatkan segala kenikmatan tersebut, sebagai
balasan yang Allah gambarkan dengan firmannya dalam hadis qudsi, “Sesuatu
yang tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun
yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam hati
manusia.” (HR. Bukhari-Muslim).
Beginilah
istiqomah. Apabila ada sikap yang ingin kita utamakan selain sabar, itulah
istiqomah. Istiqomah bukanlah pada lisan yang menyihir pendengar, bukan pula
pada ibadah terus menerus tanpa lelah. Akan tetapi istiqomah terbentuk dalam
perilaku ketaatan kepada-Nya; senantiasa menepati janji, beramal tanpa pamrih
pujian, jujur perkataannya, selaras lisan dengan perbuatan baiknya, serta
bersih pada hatinya. Balasan bagi pelaku istiqomah bukanlah di sini (dunia)
melainkan di sana (akhirat). Dapatkah kita?
0 comments:
Post a Comment