“Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah: 216).
Kota
Thaif merupakan salah satu kota yang masuk dalam catatan sejarah dakwah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain menjadi destinasi
hijrah, Thaif juga menjadi tujuan dakwah selanjutnya setelah Rasulullah
mengalami berbagai tekanan dan tantangan di Makkah.
Alih-alih
mendapatkan situasi yang lebih kondusif dan mendukung, tekanan yang didapat Sang
Nabi Terakhir di kota ini justru semakin besar. Masyarakat kota Thaif tidak
hanya menolak ajakan beliau, mereka juga mengusir bahkan melempari Rasulullah
dengan batu hingga terluka bersimbah darah. Rasulullah juga manusia yang
memiliki perasaan dan emosi. Namun, di sinilah kita dapat mengambil pelajaran.
Tiada perlawanan yang direncakan oleh Rasulullah. Beliau besama Zaid bin
Haritsah kemudian menghindar dan bersembunyi di kebun anggur milik salah satu
orang kaya di Thaif, Rabiah, yang memiliki anak-anak bernama Uthbah dan
Syaibah. Kondisi tubuh Rasulullah sangat parah, dengan banyak sekali luka
berdarah memenuhi tubuhnya.
Sejurus
kemudian, malaikat[1]
menawarkan untuk menghukum masyarakat Thaif karena telah berlaku kejam, dengan
menimpakan gunung kepada masyarakat Thaif. Malaikat memang tidak dikaruniai
hawa nafsu oleh Allah, namun kali ini kita dapat melihat kejelasan bahwa para
nabi memang lebih dimuliakan daripada malaikat. Sikap Rasulullah yang satu ini
pun harus diteladani. Serta merta Rasulullah menolak tawaran Malaikat dan
melarang Malaikat melakukan hal itu. "Jangan engkau lakukan wahai Malaikat.
Mereka memperlakukan aku seperti ini karena mereka belum tahu. Aku harap suatu
saat keturunan mereka akan menjadi pengikutku.” Malaikat pun mengurungkan
niatnya.
Keberadaan
Rasulullah diketahui oleh salah seorang anak dari Rabiah. Karena iba dengan
kondisi yang dialami Rasulullah, kemudian dia memerintahkan budaknya untuk
memberi makanan dan minuman. Addas, si budak, kemudian memberikan setandan
anggur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Zaid. Beliau
menerimanya, dan membaca “Bismillah” sebelum memakannya. Mendengar itu,
Addas berkata, “Kata-kata itu tidak pernah diucapkan penduduk negeri ini.”
Kemudian
Nabi bertanya tentang asal dan agama Addas. Addas mengaku beragama Nashrani dan
berasal dari Negeri Ninawa (Nineveh). Mendengar penjelasan tersebut, Rasulullah
bersabda, “Negerinya orang shalih bernama Yunus bin Matta.” Addas
kemudian terkejut. Addas menyoal tentang nama Yunus bin Matta yang memang
terkenal di negerinya itu, tetapi orangnya sudah lama meninggal. Rasulullah
bersabda, “Beliau adalah saudaraku, beliau seorang Nabi, begitu juga aku
seorang nabi.” Sontak Addas langsung merengkuh kepala Sang Nabi,
mencium tangan dan kaki beliau. Sebuah
sikap dan pengakuan akan kebenaran kenabian Rasullullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Rasul menjelaskan secara ringkas risalah Islam yang beliau bawa,
dan tanpa penolakan Addas menyatakan memeluk Islam.
Syahdan,
Addas kembali kepada tuannya, dan mereka melihat apa yang dilakukan Addas kepada Rasul,
mereka mencela sikapnya memeluk Islam itu. Tuannya mengatakan kalau agama
Nashrani yang dipeluknya itu masih lebih baik. Tetapi dengan tegas Addas
menjawab, “Wahai tuan, di dunia ini tidak ada sesuatupun yang lebih baik
daripada orang itu. Dia telah mengabariku sesuatu yang tidak diketahui seseorang,
kecuali oleh seorang nabi.”
Perjalanan
sejauh 90 km yang ditempuh oleh Rasulullah bersama Zaid membuahkan hasil. Rasul
terhibur karenanya. Apabila Rasul menuruti tawaran yang diberikan oleh malaikat
tadi, barangkali ceritanya akan berbeda. Mendapatkan sepeser uang lebih baik
daripada tidak sama sekali. Mendapati seorang walau hanya sekelas budak
menerima Islam jauh lebih baik daripada menghancurkan negeri tersebut, yang
berarti mematikan potensi munculnya pembela Islam dari negeri tersebut.
Kisah
ini memberi banyak pelajaran bagi kita. Di antara pelajaran berharga dari kisah
tersebut adalah kita harus berpikir masak-masak ketika mendapat tawaran.
Acapkali kita malas berpikir ketika berada di bawah tekanan hebat, dalam
kondisi sulit pula. Sehingga datanglah tawaran bantuan yang dilayangkan untuk
kita. Terkadang tanpa berpikir panjang, kita jawab dengan kata singkat,
“terserah”. Seandainya Rasulullah berkata, “terserah...” kepada malaikat yang
menawarkan ‘tawaran menggiurkan’ tersebut, mungkin tidak ada orang beriman dari
kota Thaif, dan cerita akan berbeda. Sejarah keteladan Rasulullah tidak akan
terukir indah sebagaimana mestinya, apabila Rasul menyatakan “terserah Allah”. Orang-orang
Thaif tersebut pada hakikatnya tidak tahu dan tidak sadar dengan risalah
kebenaran yang dibawa Rasulullah kepada mereka. Rasulullah berharap, jika
mereka menolak dakwahnya, mungkin ada di antara anak-anak dan keturunan mereka
yang mau menerima risalah Islam. Teladan yang dapat diambil, selain Rasulullah
memiliki sifat sabar yang tinggi, beliau juga visioner dan berpikir matang
sebelum bertindak. Tidak gegabah dan tidak pula mudah tergiur.
Pilihan
Allah memang yang terbaik. Skenario Allah memang yang paling indah. Namun bila
semuanya belum terjadi dan dapat kita usahakan, jangan pernah bilang
“terserah”, tapi bertawakal dan berdoalah. Tawakal yang mengajarkan Nabi Musa tetap
tenang di tengah kejaran bala tentara Fir’aun, sehingga Allah memerintahkan
untuk menghentakkan tongkatnya ke tanah. Terbelah-lah Laut Merah. Musa dan
kaumnya pun selamat.
Doa-lah
yang menuntun Ashhabul Kahfi selamat dari kejaran penguasa zalim. Sehingga
Allah memberikan keajaiban dengan menidurkan mereka selama 309 tahun tanpa
menjadi tua sedikitpun. Karena doa bukanlah sekadar pelengkap sebuah usaha,
namun doa adalah usaha itu sendiri. Tiada kata terserah, yang ada hanyalah lillah.
Tiada kata putus asa, yang ada hanyalah berusaha. Tiada kata lara, yang ada
hanyalah doa.
[1] Dalam
beberapa riwayat disebutkan bahwa yang menawarkan adalah Malaikat Jibril.
Riwayat lain menyebutkan Malaikat Penjaga Gunung. Allahu a’lam.
Simple: tulisan dan makna nya!
ReplyDeleteNice post, Nobita!