Impian hanyalah
impian.
Aduhai, andai
wajahku tampan.
Jadi saingan
Sahrul Gunawan.
Menarik hati
nan rupawan.
Banyak peluang
jadi jutawan.
Senyum gemilang
jadi pujaan.
Bersih gagah
pujaan para perempuan.
Sebuah
puisi murahan yang sengaja saya buat untuk mengawali pembicaraan kita kali ini.
Itu curhatan pribadi ya? Oh, jangan gegabah dalam berprasankga! Sejatinya
itu curhatan seorang sahabat saya yang memiliki wajah pas-pasan. Kemudian
saya buatkan puisi untuknya sebagai tenggang rasa atas rupanya yang buruk. Akan
tetapi, saya merasa puisi itu cocok juga untuk saya. Atau lebih tepatnya,
pernah cocok dengan saya.
Keluhan
orang-orang yang tak percaya diri tampil di hadapan publik (hanya) karena
wajahnya atau penampilan yang kurang menarik, sangat sering kita dengar. “Duh,
jerawat mengalihkan dunia gue banget nih!” celoteh seorang pemilik beberapa
butir jerawat yang menghiasi wajah putihnya. Segala sabun wajah ia coba, bahkan
hingga terapi kecantikan. Setengah gajinya sebulan dihabiskan untuk perawatan
wajah semata.
“Waduh,
perut buncit nih! Sampe menggelambir gini coba. Ntar kalo si Bunga (nama
disamarkan) ngeliat bisa hancur reputasi gue sebagai cowo ter-atletis di
Kampung Kampret. Besok harus fitness!” seloroh pemuda –yang menurut ibunya-
tampan yang shalat subuhnya sering di-jamak dengan shalat dhuha (baca:
kesiangan). Hari-harinya dipenuhi untuk menyempurnakan penampilan, demi meraih
perhatian si Bunga. Lari pagi demi si Bunga. Diet demi si Bunga. Fitness demi
si Bunga. Push-up 100 kali sehari demi si Bunga. Bahkan, menunaikan shalat Jum’at
juga demi si Bunga. Harapannya nanti si Bunga update status, “yang
berangkat shalat Jumat siang ini, ketampananannya naik 5000%”. Olahraga dan
ibadah li-Bunga ta’ala. Na’udzubillahi min dzalik.
Sejenak,
perhatikan orang-orang sekeliling kita; adakah mereka seperti
ilustrasi-ilustrasi di atas? Atau sebelum itu, berkacalah terlebih dahulu. Jangan-jangan
kita sama saja dengan dua ilustrasi di atas. Menyempurnakan penampilan fisik
agar mendapat perhatian khalayak atau minimal mendapat perhatian dari orang
yang disukainya. Pertanyaannya; untuk apakah sejatinya kita membaguskan
penampilan lahiriyah kita? Apabila sekadar mendapat perhatian
makhluk-makhluk-Nya, sungguh hina diri ini. Mengejar keindahan hanya untuk
sesuatu yang fana, tidak kekal dan tidak menguntungkan sama sekali.
Bagi
sebagian orang, menjadi rupawan adalah impian. Hidup bergelimang pujian menjadi
angan-angan. Belum lagi ditambah kocek yang tebal, tak ayal diri menjadi
dambaan.
Namun
tahukah Anda, bahwasanya menjadi rupawan sesungguhnya adalah ujian? Ketika itulah
sulit membedakan antara pujian dan makian. Lebih parah lagi, banyaknya pujian
menjadikan diri lupa daratan. Seolah mudah mencapai puncak gunung di
ketinggian.
Bukan
mudah menjalani hidup menjadi seorang yang rupawan. Jangan kira kehidupan para
selebritis yang rupawan itu nikmat dan lurus-lurus saja. Justru mereka lebih
mudah stres dikarenakan apapun aktivitasnya akan menjadi perhatian khalayak. Bagi
mereka, ketenangan adalah hal yang cukup langka. Terkadang kita hanya melihat
tampak luarnya saja, tanpa berpikir lebih jauh apa sebenarnya yang mereka
rasakan.
Cukuplah
kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam sebagai bahan perenungan bagi kita. “Dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
munundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata,
“Marilah kesini.” Yusuf berkata,”Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku
telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak
akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan
itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah agar Kami
memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS: Yusuf 23-24).
Siapapun
tahu, Yusuf ‘alaihissalam adalah seseorang yang Allah karuniakan
ketampanan pada-Nya. Ketampanan Yusuf membuat dirinya menjadi pujaan hati para
perempuan. Namun, di lain sisi ketampanannya, nyatanya banyak sekali ujian yang
menerpa dirinya. Mulai dari saudara-saudara seayah yang tega menzaliminya,
dijual sebagai budak, dijebloskan ke penjara, hingga diajak berbuat zina oleh
istri tuannya yang cantik jelita. Bukanlah hal mudah menolak diajak bercumbu
asmara dengan perempuan cantik lagi berkedudukan tinggi, sehingga memungkinkan
si perempuan memanjakan ‘si brondong’. Sungguh, Yusuf –yang notabene seorang
Nabi Allah- pun tergiur untuk melakukannya. “Sesungguhnya wanita itu telah
bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud
(melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya.”
Allah
menyisipkan hikmah yang begitu besar dalam kisah ini. Godaan Zulaykha dan
permintaannya kepada Yusuf adalah sesuatu yang merendahkan diri Zulaykha
sendiri. Wanita itu berada di puncak kecantikan, kejelitaan, kedudukannya, dan masih
muda. Ia menutup semua pintu untuk mereka berdua. Zulaykha siap menyerahkan
dirinya, berhias, dan mengenakan pakaiannya yang paling indah dan mewah;
padahal dirinya adalah istri seorang penguasa negeri. Sedangkan Yusuf kala itu
adalah seorang pemuda tampan, elok, muda, diinginkan (oleh para wanita), masih
perjaka pula. Ia jauh dari keluarga dan kampung halamannya. Sedangkan orang
yang tinggal di tengah-tengah keluarga dan sahabatnya tentu akan malu jika
mereka mengetahui perbuatan kejinya, sehingga akan jatuhlah kehormatan, hatrkat
dan martabatnya dalam pandangan mereka. Tetapi, jika ia berada di negeri asing,
maka kendala itu sirna. Apalagi wanita itu sendiri yang meminta, sehingga
menjadi hilanglah kendala yang biasa menghinggapi laki-laki; permintaannya, dan
rasa takutnya untuk ditolak. Dan wanita itu berada dalam kekuasaan dan rumahnya
sendiri, sehingga ia tahu persis kapan waktu yang tepat, dan di tempat mana
yang tak ada seorang pun bisa melihat.
Lewat
kisah ini, Allah ta’ala sejatinya menunjukkan bahwa keadaan fisik yang
bagus, wajah yang rupawan, bukanlah semata anugerah, melainkan juga cobaan. Kelebihan
yang Allah berikan kepada mereka tidaklah diberikan secara cuma-cuma. Sebab Allah
tidak akan membiarkan manusia hidup tanpa mengujinya. “Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan [saja] mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-‘Ankabut: 2). Lewat
ketampanan, Allah menguji Nabi Yusuf. Tampan yang tiada duanya di zaman itu. Hingga
para perempuan saat itu berkata, "Maha sempurna Allah, ini bukanlah
manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia."
Sungguh
kisah Nabi Yusuf adalah contoh yang agung bagi mereka yang menginginkan wajah
rupawan dan penampilan yang menarik. Maka, apakah tujuan kita berlomba-lomba
memperbagus diri untuk mengejar ketertarikan lawan jenis? Atau untuk meraih
pujian sebanyak-banyaknya dari manusia? Yusuf-lah contoh sempurna untuk
mendapatkan salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di Hari
Akhir kelak: laki-laki yang diajak (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan
dan kecantikan, (tetapi) ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’. “
Dalam
wajah yang rupawan, ada begitu banyak ujian. Dalam penampilan yang menarik, ada
jutaan setan yang berbisik. Dalam mengenakan pakaian yang indah dan mewah, ada
sekelumit kesombongan yang mewabah. Maka janganlah sekali-kali mengeluh karena
tidak rupawan. Jangan sering mengeluh karena kurangnya tinggi badan. Jangan pula
bersedih hati oleh sebab kurang menariknya penampilan. Karena sejatinya itu
semua hanya pemberian dari Allah yang tiada abadi di dunia. Sungguh seorang
nabi-pun hampir tak sanggup menanggung ‘ujian rupawan’ yang menghinggapinya.
ia terkadang manusia itu menyibukan dirinya dengan, bagaimana caranya agar ia tampil sempurna dihadapan khalayak umum atau pada someone yang ia sayangi.. padahal dibalik semua itu banyak sekali akibat yang akan ia raskan, toh Allah melihat manusia itu baukan dari segi fisiknya.
ReplyDeletekang zaky salam kenal dari ane jandi
salam kenal :)
ReplyDelete