Tak terbayang pahala yang didapat
oleh seorang yang berilmu. Sekali menyebarkan ilmu, ia dapat pahala. Belum lagi
ketika ilmu yang disebarkan kemudian disebarkan lagi oleh penerima ilmu
tersebut, dan setelahnya disebarkan lagi terus-menerus turun-temurun, maka berlipatlah
pahala orang berilmu. Apalagi faktanya, ilmu justru akan bertambah ketika
dibagikan. Cara belajar terbaik ialah mengajar. Maka ajarkanlah ilmu.
“Demi Allah, sesungguhnya Allah memberikan hidayah kepada seseorang
dengan (dakwah)mu, maka itu lebih baik daripada unta merah.” (Muttafaq ‘alaih)
Terkadang
kita kagum atas kecerdasan dan kepintaran seorang ustadz. Masalah apapun yang
ditanyakan kepada ustadz tersebut, maka seketika masalahnya tuntas. Atau kita
kagum, sedemikian hebatnya, hingga banyak jamaah kajiannya. Atau kita kagum,
sebab sedemikian lihainya mengolah kata-kata, bukunya laris terjual hingga diterjemahkan
ke berbagai bahasa. Namun, seringkali kita lupa, bahwa sang ustadz tidak akan
mencapai posisi tersebut tanpa pengajaran dari ustadznya.
“Sesungguhnya Allah memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya,
penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu
mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi)
Kita
mengagumi kecerdasan ‘Aisyah yang menghapal lebih dari 2200 hadis dan apabila
sahabat bertanya kepadanya tentang suatu masalah, maka masalah tersebut rampung
dalam sekejap. Siapa yang membuat ‘Aisyah menjadi cerdas dan pandai menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan agama bak mesin pencari google? Pastilah suaminya
tercinta, Rasulullah Muhammad ﷺ. Kita mengagumi
kehebatan Shalahuddin al-Ayyubi meruntuhkan hegemoni Syiah dalam tubuh Dinasti
Fathimiyyah, dan lebih dari itu adalah jasanya dalam pembebasan Al-Quds. Namun sepatutnya
kita tidak boleh melupakan jasa para ustadznya yang tak kenal lelah membentuk
pribadi seorang Shalahuddin. Nuruddin Zanki yang menjadi sultan sebelum
Shalahuddin selalu mempercayainya. Jangan pula kita melupakan jasa paman dan
ayahnya yang membinanya secara berkala hingga pantas mengemban amanah pimpinan
perang. Mereka adalah Asaduddin Syirkuh dan Najmuddin Ayyub. Seringkali kita
mengagungkan Muhammad al-Fatih atas kemenangannya yang gemilang menaklukkan
Konstantinopel. Namun kita melupakan jasa ustadznya yang selalu menggelorakan
semangat untuk meruntuhkan tembok Konstantinopel. Ialah Syaikh Aaq Syamsuddin
(dan ulama lainnya).
“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan
oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran
orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang
mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan
lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal
dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim)
Kutuklah
diri, manakala kita menggapai kesuksesan, namun kita lupa bahwa kesuksesan ini
justru hasil kontribusi para guru dan orang tua kita. Kadang kita merasa bahwa
kita berusaha sendiri untuk menggapai apa yang cita-citakan. Padahal mereka
yang telah berjasa, tak pernah meminta ganti rugi dan upah lelah untuk
menunjang kesuksesan kita. Dan terpujilah para guru, para ustadz, para murabbi,
para orang tua yang telah bersimbah keringat bercampur darah demi membantu
perjalanan gemilang para didikan, asuhan, dan binaannya.
Betapa
indah hidup ustadznya ustadz. Ketika muridnya yang telah menjadi da’i terkenal
dan menyebarkan ilmu Allah kepada khalayak, maka pahalanya semakin bertambah. Padahal
muridnya susah payah mengatur jadwal, berjalan kesana-kemari, hingga dihinggapi
kelelahan karena sibuknya berdakwah. Mereka barangkali hanya santai di rumah,
bercengkerama bersama keluarga, atau mungkin telah tenang bersemayam di liang
lahat, namun pahala mereka mengalir deras bak air terjun di pegunungan oleh
sebab sepak terjang sang murid dalam berdakwah, dan itu adalah hasil karya dari
ustadznya para ustadz.
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya,
kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak
shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim,
Abu Dawud dan Nasa’i)
Hargailah
ilmu. Hargailah orang berilmu. Hargailah orang yang menyebarkan ilmunya dengan
ikhlas dan sabar. Allah pun menghargai mereka dan menaikkan derajat mereka. Sungguh,
dunia ini akan hancur lebih cepat tanpa orang-orang berilmu dan mengajarkan
ilmunya.
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Al-Mujaadalah: 11)
0 comments:
Post a Comment