“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”[1]
Sebagian besar manusia berlomba-lomba menggapai
kesenangan hidup. Mereka mencari harta, mencari tahta, mencari penghargaan dari
orang lain, mencari apapun yang sifatnya duniawi untuk kesenangan yang
sesungguhnya hanya sesaat. Namun adakalanya mereka merasa bosan dengan apa yang
telah mereka raih. Tak jarang mereka bingung akan digunakan untuk apa harta
yang sedemikian banyak yang mereka miliki. Celakanya, ketika seseorang bingung
di atas tahta kekuasaannya. Amanah yang dipercayakan kepadanya, justru
disalahgunakan. Hal ini terjadi, oleh sebab mereka belum menggapai kebaikan
yang sempurna.
Kebaikan yang sempurna, akan
melahirkan kepuasan yang sempurna. Tentunya kepuasan dalam Islam, bukanlah
seperti kepuasan yang diterangkan oleh para ahli ekonomi konvensional. Kepuasan
yang hakiki adalah kepuasan yang memberi ketentraman kepada hati, jiwa, dan
raga. Apabila hati tidak merasa terpuaskan, maka ia belum mendapatkan kepuasan
yang sempurna. Orang yang bingung ketika hartanya banyak, atau jabatannya sudah
semakin tinggi, ialah orang yang belum mendapatkan kepuasan sempurna. Jika
kepuasan sempurna belum didapat, maka yang terjadi adalah kekosongan jiwa, dan
melemahnya fisik. Maka banyak sekali kita melihat para konglomerat yang jatuh
sakit dan tidak kunjung sembuh. Juga dapat kita lihat negara-negara yang dicap
sebagai negara maju. Penduduknya sejahtera dan mayoritas hidup jauh di atas
garis kemiskinan. Namun, memiliki tingkat bunuh diri yang tinggi.
Tak jauh berbeda dengan orang kaya
yang bingung bagaimana menggunakan hartanya, kepuasan yang tidak sempurna pun
dirasakan para pejabat yang jauh akhlak islami. Akhirnya mereka menyalahgunakan
jabatannya, dan hasilnya seperti yang banyak terjadi hingga sekarang; Tindak
Pidana Korupsi yang tak kunjung berkurang. Lagi-lagi penyebabnya adalah karena
mereka belum pernah mencapai kepuasan yang sempurna. Dan kepuasan tersebut
hanya akan didapat apabila kita melakukan kebaikan yang sempurna.
Kebaikan yang sempurna, disebut
dengan istilah Al-Birr. Birr artinya kebajikan. Kata ini terdapat
di delapan tempat dalam Al Qur’an. Beberapa di antaranya ialah dalam QS.
Al-Baqarah: 44, 177, 189; QS. Ali-Imran: 92; QS. Al-Maidah: 2, dan QS.
Al-Mujadilah: 9. Al-Birr inilah yang seharusnya dikejar oleh setiap muslim,
bahkan mungkin seluruh manusia. Karena ketika seseorang meraih Al-Birr, maka
orang tersebut dapat memuaskan dirinya dari segala aspek. Baik aspek rohani,
jasmani, maupun ketentraman hati. Lain halnya dengan orang yang tidak
tahu-menahu akan adanya Al-Birr. Maka yang terjadi adalah seperti yang
dipaparkan sebelumnya, mereka justru memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan
cara yang tragis.
Jauh-jauh abad sebelum milenium,
Raden ‘Ainul Yaqin sudah memberikan ajaran luhur tentang mengejar Al-Birr dalam
syiar-syiarnya. Lagu Cublak-Cublek Suweng yang masih kita kenal hingga saat
ini, adalah Magnum Opus dari seorang ‘alim yang jauh lebih dikenal dengan
sebutan Sunan Giri ini. Memang telah banyak tulisan-tulisan yang memaparkan
makna dari lagu tersebut. Namun saya rasa perlu untuk mengangkat kembali
tentang lagu ini yang dipandang sebagai cara dakwah yang menghormati kearifan
lokal, di tengah-tengah maraknya isu Islam Nusantara.
Berikut
ini lirik lagu Cublak-Cublak Suweng beserta makananya yang saya ambil dari
berbagai sumber:
1. Cublak-cublak suweng
Cublak
Suweng = tempat Suweng. Suweng adalah perhiasan perempuan Jawa. Jadi,
Cublak-cublak suweng, artinya adalah tempat harta berharga; yakni Suweng
(Suwung, Sepi, Sejati) atau Harta Sejati.
2. Suwenge teng gelenter,
Suwenge
Teng Gelenter = suweng-nya berserakan. Harta Sejati itu berupa kebahagiaan
sejati sebenarnya sudah ada berserakan di sekitar manusia.
3. Mambu ketundhung gudel
Mambu
(baunya) Ketundhung (dituju) Gudel (anak Kerbau). Maknanya, banyak orang
berusaha mencari harta sejati tersebut. Bahkan orang-orang bodoh (diibaratkan
Gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego, korupsi dan keserakahan,
tujuannya untuk menemukan kebahagiaan sejati.
4. Pak empo lera-lere
Pak
empo (bapak ompong) Lera-lere (menengok kanan kiri). Orang-orang bodoh itu
mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun hartanya melimpah, ternyata
itu harta palsu, bukan Harta Sejati atau kebahagiaan yang sempurna. Mereka
kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu keserakahannya sendiri.
5. Sopo ngguyu ndheli’ake,
Sopo
ngguyu (siapa tertawa) Ndhelikake (dia yg menyembunyikan). Menggambarkan bahwa
barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan Tempat Harta Sejati atau
kebahagian yang sempurna. Dia adalah orang yang tersenyum gembira dalam
menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan
orang-orang yang serakah.
6. Sir-sir pong dele kopong,
Sir
(hati nurani) pong dele kopong (kedelai kosong tanpa isi). Artinya di dalam
hati nurani yang kosong. Maknanya bahwa untuk sampai kepada Tempat Harta Sejati
(Cublak Suweng) atau kebahagiaan yang sempurna, orang harus melepaskan diri
dari kecintaan pada harta benda duniawi, mengosongkan diri, rendah hati, tidak
merendahkan sesama, serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam Sir-nya /
hati nuraninya. Dan penelitian ilmiah sudah membuktikan bahwa kedelai
mengandung kandungan gizi yang sangat tinggi manfaatnya.
Kesimpulannya
adalah setiap manusia dalam mencari kebahagiaan yang sempurna, hendaklah tidak
serakah dan terus menerus menghidupkan ibadah yang wajib dan sunnah agar
hatinya senantiasa bersih dan ikhlas dalam menjalani hidup. Apabila manusia
menjalani hidup dengan hanya terfokus pada harta dunia dan mengabaikan
nilai-nilai budi pekerti yang luhur, mereka akan kehilangan tujuan sejati dalam
hidup, yakni akhirat yang kekal. Dan hidup mereka di dunia, akan banyak
melakukan maksiat dan dosa, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Maraknya
bunuh diri dan korupsi, adalah salah satu dari sekian banyak akibat dari
kotornya hati dalam menjalani hidup. Lagu Cublak-Cublak Suweng ini,
mengingatkan kita bahwasanya kita harus melakukan Al-Birr agar tidak terjerumus
kepada kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan kebodohan kita yang membabi-buta
mencari harta dunia.
“Al-Birr itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat, akan tetapi sesunguhnya Al-Birr itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”[2] Demikian Al-Qur’an memerintahkan kita
untuk mengaplikasikan Al-Birr. Contoh praktis lainnya adalah seperti yang
diterangkan dalam ayat yang menjadi pembuka pembicaraan ini, yakni dalam QS.
Ali-Imran (3): 72.
Banyak pelajaran yang diberikan oleh leluhur
bangsa lewat syiar-syiarnya dalam bentuk yang beraneka-ragam. Namun terkadang
kita yang enggan mencari tahu tentang kesenian yang disyiar-kan tersebut, malah
hari ini banyak yang disalahgunakan. Seperti lagu Lingsir Wengi yang kini
justru banyak diketahui para pemuda sebagai lagu pemanggil hantu mitos
Kuntilanak. Amat sangat perlu bagi kita untuk terus melestarikan budaya-budaya
dakwah Nusantara. Dakwah yang dilakukan para ulama Nusantara di masa awal dan
membuat orang-orang awam justru sangat tertarik kepada Islam. Karena dakwah
Islam adalah mengajak, bukan memaksa. Islam meluruskan bukan menghakimi. Hal
ini sangat penting, terlebih bagi mereka yang sepakat dengan gagasan Islam
Nusantara yang semakin tidak jelas juntrungannya. Karena semakin banyak
cendekiawan yang menafsirkan sendiri makna dari Islam Nusantara.
Hari ini, kita melihat para pemuda Indonesia
lebih gandrung bersenandung lagu Korea dan berpakaian ala-barat yang justru
terlihat semakin ala-kadarnya. Entah di generasi setelah saya, anak-anak masih
mengenal Cublak-Cublak Suweng, permainan congklak, petak umpet, dan segenap
permainan lain ataukah mereka hanya duduk menunduk memainkan gadget
pemberian orangtuanya.
nice writing...
ReplyDeleteThanks :D
DeleteSaya suka lagu ini!!! Tapi baru tau maknanya. :/
ReplyDelete