Mustahil rasanya apabila di dunia
ini terdapat keluarga yang lebih bahagia ketimbang keluarga yang dimiliki oleh
Ibrahim ‘alaihissalam. Bukan karena keluarganya bergelimang harta, atau
anak yang berjumlah banyak, atau bahkan mendapatkan penghargaan dari masyarakat
sekitar. Namun yang membuat keluarga ini sedemikian bahagia ialah naungan
berkah dan limpahan hidayah yang tiada kenal henti dari Sang Khaliq.
Ibrahim
‘alaihissalam. Seorang nabi yang mendapat julukan “Bapaknya Para Nabi”
mengalami perjalanan kariernya sebagai nabi dengan begitu sukses. Sejak awal
hidupnya telah memiliki keberanian yang dipadu dengan kecerdasan intelektual
yang mumpuni. Sehingga terpatri sebentuk mental pemenang untuk mengibarkan
kebenaran di bumi Babilonia. Keyakinan ayahnya yang keliru berusaha diluruskan
olehnya. Sehingga ketika dirinya terlalu gemas dengan kebodohan masyarakat yang
menyembah berhala, ia bergegas pergi menghancurkan barisan berhala-berhala yang
dibuat sendiri oleh penyembahnya. Sontak, masyarakat penyembah berhala
terperanjat melihat berhala-berhala centang-perenang di depan hidung mereka.
“Siapa yang melakukannya?” kecam si tokoh masyarakat. Dengan tenang, Ibrahim
menjawab, “Tanyakan saja pada yang paling besar itu,” sembari menunjuk berhala
yang paling besar dengan kapak yang terkalung di lehernya. Tidak cukup sampai
di situ, bahkan ia beradu kecerdasan dengan Penguasa Babilon ketika itu; Namrud.
Nasib Ibrahim hampir tragis ketika dirinya harus diarak dan dibakar dengan api
yang sangat besar. Namun, Tuhannya selalu bersamanya. Dia-lah yang memberikan
rahmat kepadanya, Dia-lah yang memberikan makan untuknya, Dia jua yang
menyembuhkannya ketika ia terserang penyakit. Kurang Maha Penyayang apa lagi? Hingga
ketika api menyala semakin besar, perintahnya turun kepada Sang Api, “Wahai
api, jadilah dingin dan berikanlah keselamatan kepada Ibrahim.” Serta-merta api
pun mendingin dan Ibrahim melenggang keluar dari api bak seorang pemenang
Olimpiade. Namrud dan balatentaranya pun terkejut tak percaya.
Bukan
main senangnya Ibrahim ketika harapannya yang telah dibangun sejak menjalin
kasih dengan Sarah yang cantik jelita, akhirnya datang juga. Kehadiran seorang
putra untuk melanjutkan estafet perjuangannya. Isma’il lahir ke dunia, ketika
Ibrahim menginjak usia tua. Isma’il inilah yang menjadi pelengkap kebahagiaan
Ibrahim. Jauh-jauh kurun sebelum kelahiran Isma’il, Ibrahim pernah bernazar
untuk berqurban apabila mendapatkan putra. Tak kurang dari 1.000 ekor kambing,
300 ekor sapi, dan 100 ekor unta diqurbankan olehnya sebelum kelahiran Isma’il.
Hingga akhirnya Allah berbicara kepadanya untuk menagih janjinya ketika dahulu;
berqurban apabila mendapatkan putra. Datanglah Ibrahim ke kediaman Isma’il,
menyampaikan apa yang ada dalam mimpinya; Allah memerintahkan Ibrahim
menyembelih Isma’il. Maka Isma’il diberikan waktu untuk memikirkan hal itu.
Isma’il, bukan anak sembarangan. Anak ini telah melewati lika-liku kehidupan
bahkan semenjak dirinya belum bisa berjalan dan merapal kata-kata. Ketika
kaki-kaki ajaibnya memunculkan air yang kelak dinamakan Zam-Zam, maka tempat
itu dijadikan kediaman. Dan lihatlah hari ini, kota yang dimuliakan bernama
Makkah, telah menjadi kota yang paling masyhur seantero bumi dan tak
habis-habisnya dikunjungi oleh manusia setiap tahunnya, bahkan setiap detiknya!
Inilah andil dari bocah bernama Isma’il. Benar saja, tempaan lingkungan yang
begitu keras membentuk Isma’il, membuat dirinya serta-merta taat atas perintah
Allah dan ayahnya. Ketika menginjak usia belia, Isma’il rela disembelih, dan
jalan cerita berubah ketika sosok Isma’il ternyata diganti oleh Allah dengan
seekor biri-biri. Ketaatannya membuahkan syariat berqurban, dan qurban akhirnya
memberikan makna tentang sebuah pendekatan; pendekatan kepada-Nya. Lagi-lagi
andil seorang bocah bernama Isma’il. Mulianya Isma’il terus berlanjut. Dialah
ahli tunggang kuda pertama di dunia, dan dialah yang mendapat kehormatan
menjadi pucuk dari garis keturunan Sang Nabi Terakhir.
Malang
bagi Sarah, bertahun-tahun merindukan kehadiran buah hati, justru dirinya
digentayangi keputusasaan. Paras cantik dan kebaikan perangainya tidak lantas
memberinya kemudahan untuk beranak-pinak. Sarah yang begitu tegar, melihat
suaminya, yang sekalipun kuat, tetap saja membutuhkan kehadiran pewaris. Ia
relakan budaknya yang bernama Hajar nan berkulit hitam legam untuk dipersunting
oleh suami tercintanya. Tahniah. Betapa gembiranya Ibrahim menyambut kelahiran
seorang putra yang diberi nama Isma’il. Namun kegembiraan tidak berkobar di
hati Sarah. Senyum berbalut kepiluan mengiringi kebahagiaan suaminya. Sarah
memang tegar. Bahkan jauh lebih tegar lagi manakala ia harus merelakan
kepergian suaminya. Mengembara bersama Hajar, budak yang pernah dihadiahkan
kepada suaminya. Sudahlah ia berbagi cinta dengan budaknya, ditinggal pula ia
oleh suaminya. Kurang tegar apa lagi? Tetapi semua hal baik, akan mendatangi
mereka yang bersabar dan bersyukur. Itu rumus pasti, maka percayalah!
Kita
mungkin pernah merasakah dihimpit masalah, seakan tiada satupun makhluk di muka
bumi ini akan membela. Seumpama para pendukung Namrud yang bernafsu membakar
Ibrahim. Ibrahim memang terbakar, namun apinya sungguh bersahabat, ia menjadi
dingin dan memberi keselamatan kepadanya. Sebab dari kepercayaannya yang penuh
kepada Sang Rahim, maka rahmat-Nya pun datang dari segala penjuru. Sebab dari
sifatnya yang tawakal, maka Allah memberikan jalan keluar. Bahkan api pun
bersahabat dengannya. Begitulah bila bertakwa, percaya sepenuhnya akan
pertolongan Allah, maka masalah bukan musibah bagi kita, melainkan dapat
bersahabat, menjadi dingin, dan memberi keselamatan kepada kita.
Kita
mungkin pernah terancam bahaya, seakan tiada satupun sebab yang akan
menyelamatkan kita. Seumpama dinginnya mata pisau terasah yang siap mengiris
leher Isma’il. Isma’il memang disembelih. Namun nyatanya, Yang Maha Kuasa,
punya kehendak lain. Skenario ini hanya menguji ketaatan pasangan Bapak-Anak
dalam bab kedekatan pada ilahi. Begitulah bahaya yang mengancam kita. Ia datang
sebagai elemen penguji kedekatan kita pada ilahi. Kepada siapa kita memohon
pertolongan di saat genting? Betapa durhaka apabila kita tidak berdoa dan tidak
meminta pertolongan kepada-Nya.
Semua
hal baik, akan mendatangi mereka yang bersabar dan bersyukur. Itu rumus pasti,
maka percayalah! Sarah percaya akan hal itu. Memasuki usia senja, statusnya
berubah dari yang awalnya berstatus perempuan mandul, berubah menjadi Ibu. Ibu
dari seorang anak yang kelak juga menjadi nabi. Betapa terkejutnya; tawa dan
tangis bercampur-baur. Tawa dan tangis yang memberi inspirasi untuk memberi
nama pada putranya; Ishaq.
Teguhlah
dalam beriman, seteguh Ibrahim. Bahkan karang pun akan hancur, karena
kekokohannya dikalahkan oleh kekokohan iman milik Ibrahim. Taatlah dalam
beriman, setaat Isma’il. Karena ketaatan, bukanlah pertanda seseorang lemah,
namun justru dalam ketaatan akan terpatri kekuatan. Kekuatan yang menentramkan,
bukan menakutkan. Tegarlah dalam beriman, setegar Sarah. Bahkan ketegaran
menghapuskan kegelisahan dan mendatangkan kesejukan. Itulah tugas kita dalam
beriman; harus teguh, harus taat, dan harus tegar. Karena semua hal baik, akan
mendatangi mereka yang bersabar dan bersyukur. Itu rumus pasti, maka
percayalah!