zakyzr.com

Thursday, 29 October 2015

Jadilah Pemuda yang Masih Muda

https://kolomkiri.files.wordpress.com/2012/02/pemuda3.jpg
Sejujurnya, tulisan ini bukanlah untuk menyambut momen Sumpah Pemuda yang dirayakan pada tanggal 28 Oktober itu. Terus terang, saya pun hingga sekarang masih menyangsikan momen Sumpah Pemuda sebagai momen yang luar biasa heroik. Bagaimana tidak, cita-cita yang diangankan dalam Sumpah Pemuda hingga kini belum lagi tercapai. Namun, yang patut diapresiasi adalah bagaimana sejarah tentang Sumpah Pemuda ini lahir. Momen ini ‘dicuri’ Soekarno untuk memberi peringatan keras kepada dalang gerakan separatis yang mulai muncul menentang keutuhan Bangsa Indonesia. Apabila ditelusuri, tidak ada dokumen otentik yang berbicara tentang Sumpah Pemuda. Berdasarkan catatan dan dokumen sejarah diketahui bahwa hari Sumpah Pemuda yang diperingati sebagai peristiwa nasional, merupakan suatu hasil rekontruksi dari sebuah Poetoesan Congres. Ya, kita tidak akan menemukan dokumen otentik tentang Sumpah Pemuda, melainkan yang akan kita temukan adalah dokumen Poetoesan Congres. Tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1954, Presiden Soekarno dan Muhammad Yamin[1] membuka Kongres Bahasa Indonesia yang kedua di Medan. Pada saat itu, Soekarno dan Yamin, sedang membangun simbol yang menjadi bagian dari susunan ideologi sebuah bangsa dan negara, dimana pilihannya jatuh pada tanggal 28 Oktober 1928 dan saat itu pula kata “Poetoesan Congres” dibelokkan menjadi “Sumpah Pemuda”.
            Baiklah, saya tidak akan berpanjang lebar lagi mengenai Sumpah Pemuda, karena bukan itu bahasan inti dari tulisan ini. Tulisan ini dibuat karena kegelisahan melihat pemuda hari ini yang tidak muda lagi. Tidak dapat dipungkiri lagi, pemuda zaman ini kebanyakan dilenakan oleh gadget. Akibat dari ketidakmampuan mereka mengoptimalkan fungsi gadget, yang terjadi adalah kehidupan yang tidak produktif dikarenakan terlena oleh gadget. Apabila kehidupan selalu dimanjakan dan difasilitasi, bukankah itu sama halnya dengan orang yang sedang dilanda penyakit? Atau sama halnya dengan orang yang sudah tua renta? Mereka harus dibantu dan difasilitasi untuk menunjang keberlangsungan –sisa- hidupnya. Maka sudah waktunya para pemuda untuk pindah zona, kembali ke zona mudanya.
            Menariknya, peradaban dari zaman ke zaman hampir selalu diarsiteki oleh pemuda. Para nabi diangkat dan berkarya dalam usia yang relatif muda, Napoleon Bonaparte memimpin Prancis dalam usia muda, kemerdekaan dan kebangkitan Indonesia diinisiasi oleh orang-orang muda, dan yang lebih penting lagi; Al-Qur’an dan Hadits seringkali menyebut dan memuji para pemuda. Salah satu hadits yang difokuskan untuk kemajuan pemuda adalah: “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mempunyai ba’ah[2], maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkanpandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya.”[3] Nah! Jelas sekali inilah hadits yang difokuskan untuk kemajuan pemuda.
            Dus, ada beberapa ayat yang menarik dan salah satunya pure menceritakan tentang pemuda. Ini adalah ayat yang –seharusnya- sering dibaca –dan seharusnya, bahkan harus sekali dihafal- oleh orang-orang yang selalu mengajak membacanya setiap Hari Jumat di media-media sosial. Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.[4]
            Kisah para pemuda yang diberi petunjuk, dikarenakan keteguhannya dalam beriman, membenarkan yang benar, dan menyalahkan yang salah. Sehingga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan petunjuk bagi mereka dengan melakukan hal tak terduga dalam keadaan terdesak. Inilah salah satu prinsip yang harus dipegang oleh para pemuda; ketika ingin beriman, lakukan saja. Jangan terlalu lama berpikir apa dampaknya. Para pemuda ini lari dari kejaran tentara Dikyanus, si penguasa yang zalim dan meminta seluruh masyarakat untuk berlaku syirik. Beberapa orang di antara tujuh pemuda tersebut adalah orang dalam istana. Karena kebathilan yang jelas tidak cocok di hatinya, kemudian mereka lebih memilih membangkang dan lari dari kejaran penguasa. Sebaliknya, ini juga prinsip yang harus dipegang para pemuda; ketika timbul keinginan bermaksiat, maka baiknya kita berpikir panjang dan menimbang-nimbang kiranya apa dampak yang akan kita terima apabila kita melakukan maksiat tersebut.
            Sejatinya, apabila para pemuda sudah memegang dua prinsip tersebut, maka dapatlah kita katakan cukup. Hal berikutnya yang perlu menjadi suplemen pemuda adalah menjadi orang yang mandiri, kuat, dan terpercaya. Kita ingat ketika Nabi Musa diambil jadi karyawan sekaligus menantu dari seseorang yang juga nabi. Hal in terjadi diawali dengan putri Nabi Syu’ib yang kepincut karena kepekaan, kekuatan, dan dedikasi Nabi Musa ‘alaihissalam. Sehingga Sang Gadis tidak ragu-ragu melancarkan kode kepada ayahnya untuk menikahkan Nabi Musa dengannya dengan dalih merekrutnya sebagai karyawan. “Wahai ayahku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang Ayah ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.[5] Ini contoh nyata seorang pemuda yang mandiri, kuat jasmaninya, dan dapat dipercaya. Sehingga siapapun tidak ragu untuk meminangnya; meminangnya menjadi pendamping hidup, atau meminangnya menjadi pegawai terpercaya.
            Satu hal lagi, prinsip yang sepatutnya dipegang oleh pemuda adalah soal keberanian. Karena pemuda, jangan menjadi tua. Masa muda adalah masanya bereksplorasi. Sebagaimana halnya Nabi Dawud ‘alaihissalam yang berani maju menentang Jalut yang memiliki besar tubuh berlipat-lipat kali dari tubuhnya sendiri. Semua pasukan Thalut mencoba mengalahkan Jalut, namun gagal. Akhirnya Dawud yang ketika itu berusia masih sangat muda, memberanikan diri untuk menentang Jalut. Awalnya, Thalut menyangsikan kemampuan Dawud untuk melawan Jalut. Benar saja, selama dalam masa peperangan, Dawud hanyalah menjadi pembawa makanan. Namun, apa boleh buat bagi Thalut, tekad Dawud begitu kuat dan akhirnya dipersilakan Dawud untuk melawan Jalut. Hanya bermodalkan ketapel berpeluru kerikil diiringi ucapan bismillah yang mantap, voila! Kerikil melesat tepat mengenai bagian kepada Jalut. Jalut-pun linglung dan harus rela roboh hanya karena batu kerikil. Pasukan Jalut pun lari tunggang-langgang, dan pasukan Thalut bersorak kegirangan sembari mengelu-elukan Dawud. “...dan (dalam peperangan itu) Dawud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepada Dawud pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.”[6] Begitulah prinsipnya pemuda. Untuk berjuang menggapai sesuatu, jangan pernah ragu untuk mencoba. Pastinya, jangan sampai melupakan Tuhan yang memberikan kekuatan dan kesuksesan pada kita.
            “Bangun pemudi-pemuda Indonesia...” begitulah sepenggal lirik lagu wajib nasional kita. Tetapi apakah kalimat tersebut hanya sekadar menjadi lagu yang semakin kesini semakin tidak dihafal para pemuda Indonesia? Maka yang perlu dipertanyakan adalah apakah pemuda Indonesia benar-benar menghayati Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober itu, ataukah hanya sebagai tanda ingin diakui bahwa “Gue Nasionalis”. Toh orang yang nasionalis seharusnya mengetahui sejarah Sumpah Pemuda yang sebenarnya. Kini, ikrar yang tertuang dalam Sumpah Pemuda, apakah hanya akan menjadi jargon pembasah lisan saja?
            Para pemuda haruslah terus menjadi muda. Banyak berusaha, banyak belajar, banyak berbuat, banyak berkarya, banyak berpikir, banyak menulis, banyak bereksplorasi, dan banyak lagi yang harus dilakukan. Karena sebagaimana yang pernah dipesankan oleh Hasan Al-Banna, “Ketahuilah, kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Maka, bantulah saudaramu untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya, dan jika memiliki kepentingan atau tugas, tunaikanlah segera.”
            Poin-poin pesan di atas hanyalah sebagai pedoman agar kita menjadi pemuda yang selalu muda. Bukan pemuda yang manja; dimanjakan orang tua, dimanjakan fasilitas, dimanjakan lingkungan, dan manja-manja lainnya. Pemuda yang selalu bergerak menuntaskan perubahan. Tentunya juga pemuda yang bermanfaat demi kemajuan peradaban, bukan yang hanya menjadi daki peradaban. Pemuda seperti Ashabul Kahfi yang memegang teguh keimanan, akan menjadi pemuda yang bermoral dan selalu berada di depan untuk menumpas kejahatan serta menjunjung tinggi kebenaran. Pemuda yang berprinsip seperti Nabi Musa, akan menjadi pemuda yang bermanfaat bagi kemajuan peradaban, karena fisiknya kuat dan dapat dipercaya. Maka, latihlah fisik kita, dan latihlah diri untuk selalu bersikap baik dimanapun kita berada. Kalau dengan begitu, Nabi Musa bisa dipinang dan dinikahkan dengan anak seorang nabi, barangkali kita –para lelaki- bisa dipinang dan dinikahkan dengan anak Kiyai.




[1] Pada saat itu sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kabinet Ali Sastroamijoyo, Yamin memberikan pidato pembukaan.
[2] Mengenai “ba’ah”, karena definisianya luas, maka tidak saya terjemahkan.
[3] Bukhari-Muslim.
[4] Al-Kahfi (18): 13-14.
[5] Al-Qashash (28): 26.
[6] Al-Baqarah (2): 251.

Friday, 23 October 2015

Cicil Hingga Berhasil

Cicil. Kata ini sesungguhnya bukan hanya berlaku dalam lingkup pembayaran atau pelunasan utang. Cicil, adalah kata yang seharusnya menghibur usaha seseorang. Misalnya saja seorang mahasiswa semester akhir yang sedang menggarap skripsi, mereka tidak bisa menyelesaikannya dalam sekejap. Pekerjaan mereka dalam menyelesaikan skripsi, pastilah dicicil. Skripsinya dicicil hingga berhasil.

Monday, 19 October 2015

Tulis Saja

Ketika mengisi kajian, seminar, atau talkshow; biasanya pertanyaan langganan yang sering mampir adalah, “Mas, apa saja tips menulis?” atau “Mas, bagaimana sih memotivasi diri untuk semangat menulis?” atau banyak pertanyaan-pertanyaan yang bernada sejenis. Padahal tajuk kajiannya bukanlah tentang tulis-menulis, kadang-kadang tema kajiannya jauh sekali dari urusan tulis-menulis. Tetapi entah mengapa topik tentang menulis ini memang menarik sekali untuk dibahas. Namun, tahukah Anda, bahwa sesungguhnya saya pun bingung untuk menjawab apabila ada pertanyaan semacam itu. Sekalipun pertanyaan itu adalah pertanyaan yang akrab di telinga saya. Bahkan sangat akrab.
            Tentang menulis, saya tidak pernah punya tips ataupun motivasi khusus. Lagipula saya juga bukan orang yang sangat produktif dalam menulis. Baru dua buku karya saya yang berhasil terbit, itupun sangat tipis dan beberapa isinya ada yang harus saya copy-paste dari sana-sini. Saya hanya mencoba mengoptimalkan segala potensi yang saya miliki untuk menebar kebaikan, untuk berdakwah. Selain itu, saya menjadikan kegiatan tulis-menulis kebanyakan sebagai curahan hati belaka, tidak lebih. Blog ini adalah saksi bisu curahan hati yang saya tuliskan. Mungkin banyak pembaca yang tidak tahu bahwa tulisan-tulisan saya di blog ini adalah curhat, tetapi nyatanya memang demikian. Alasannya sederhana; saya ingin curhatan saya dapat menjadi manfaat bagi siapapun yang menyimaknya. Menebar kebaikan adalah ibadah, karena itu adalah perintah Yang Maha Kuasa.
            Perlu ditekankan, bahwa motivasi bagi setiap orang tidaklah selalu sama. Misalnya saja, jika seseorang ingin sukses dalam berbisnis adalah harus begini dan begitu, sebagaimana yang dikatakan oleh motivator bisnis kenamaan bernama -sebut saja Mawar. Pada kenyataannya, tidak semua orang yang berbisnis kemudian bisnisnya sukses karena mengikuti perkataan si motivator, bahkan ada yang berujung gagal total. Motivasi tidak melulu berujung keberhasilan, namun setiap amal memang membutuhkan motivasi agar dapat terlaksana dengan maksimal. Oleh sebab itu, carilah motivasi dari dalam diri kita sendiri. Dalam hal menulis, saya menyadari bahwasanya menulis ini adalah perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Mengapa dalam Al-Qur’an ada sebuah surat yang diberi nama Al-Qalam yang berarti pena? Itulah kode dari Allah.
“Sesungguhnya mahluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya: Tulislah! Kemudian Al-Qalam berkata:Wahai Rabbku, apa yang aku tulis? Allah berfirman: Tulislah taqdir segala sesuatu sampai datang hari kiamat”[1]
            Sebuah hadits mengungkapkan bahwasanya pena adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah.[2] Perintah Allah untuk menulis segala yang terjadi sampai hari kiamat kepada pena. Ini salah satu faktor yang secara tidak langsung memberikan alasan mengapa kita harus menulis. Allah menciptakan pena sebagai makhluk-Nya yang pertama. Lagi-lagi ini sebuah kode bagi makhluk-Nya yang begitu sempurna bernama manusia untuk menulis.
            Menulis itu pekerjaan keabadian. Mengapa? Ya, siapa yang akan tahu sosok bernama Ibnul Qayyim al-Jauziyah apabila dahulu ia tidak menulis? Mungkin juga tidak akan ada yang mengenal Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Badiuzzaman Said Nursi, hingga Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) di zaman sekarang apabila mereka dahulu tidak semangat menulis. Kita memang akan mati, jasad kita ditimbun tanah dan tinggallah tulang belulang. Namun nama kita akan terus disebut, pemikiran kita akan terus dikenang, dan keturunan kita bisa saja dipuji banyak orang karena karya kita dalam tulisan. Dengan menulis, kita akan abadi di dunia yang fana.
            Anda bisa saja mencari motivasi menulis dari sisi yang berbeda. Misalnya Anda ingin menulis di koran demi mendapatkan uang saku, menulis buku demi royalti, menulis buku demi dipuji banyak orang. Hal-hal itu sah-sah saja. Namun pikirkanlah kembali. Apabila orientasi kita kepada menebar ilmu, menebar manfaat, pastilah jauh lebih mulia dan manfaatnya akan berlipat. Kita kejar pahala dari menulis. Karena pahala itu abadi, maka manfaat yang akan kita rasakan dari menulis juga akan abadi. Lihatlah para ulama kita. Mereka membebaskan siapapun yang ingin copas karya mereka. Tidak ada harapan royalti yang mereka pikirkan. Hasilnya, kita bisa menikmati karya-karya mereka hingga sekarang, dan banyak ulama besar yang mempelajari karya-karya mereka. Padahal kekayaannya tidak akan habis berribu turunan apabila ada royalti untuk mereka. Mereka tidak membutuhkan adanya Undang-Undang plagiarisme, karena tanggung jawab keilmuannya adalah sanad dan jalur periwayatan.
            Setidaknya tiga hal di atas yang menjadi motivasi saya menulis. Lagi-lagi tidak semua orang harus memiliki motivasi yang sama. Karena motivasi itu seperti juga hikmah, yang Allah tebarkan serpihan-serpihannya di hamparan semesta yang luas ini. Lalu tentang tips, saya pun tidak pernah memiliki tips khusus. Saya hanya punya tiga tips untuk menulis, yakni: (pertama) menulis, (kedua) menulis, dan (ketiga) menulis. Menulis, menulis, dan menulis. Hanya itu kiat-kiatnya. Untuk memulai menulis, kita harus menulis. Untuk melanjutkan tulisan, kita harus menulis. Dan untuk mengakhirinya kita juga harus menulis.
Lalu apa inspirasi untuk memulai tulisan? Sesungguhnya inspirasi itu akan datang apabila kita sering membaca. Karena membaca dan menulis adalah kegiatan yang berkesinambungan. Saya pernah ditanya, “Bagaimana caranya kita bisa menulis banyak tulisan dan kita tidak kehabisan ide dalam menulis?” Sebelum saya menjawab, saya ajukan pertanyaan juga, “Berapa banyak Anda baca dalam sehari? Dan jenis tulisan apa yang Anda baca?” Jawabannya, “Saya jarang membaca, dan saya suka baca novel.” Nah, keep dreaming! Analogi sederhananya; membaca sama dengan makan, dan menulis sama dengan (maaf) buang air besar. Anda ingin BAB dengan jumlah yang banyak, tetapi Anda tidak mau makan. Atau Anda mau makan, tetapi hanya cemilan-cemilan saja. Pasti pencernaan dan kesehatan Anda bermasalah. Begitupun bila Anda ingin menulis, tetapi jarang baca; itu suatu hal yang agak mustahil. Atau Anda hanya suka baca novel, yang dapat kita analogikan dengan cemilan tadi; maka Anda hanya baik dalam menulis cerita pendek ataupun novel juga. Kualitas Anda ditentukan dari bacaan Anda. Jika Anda banyak membaca, peristiwa apapun yang terjadi akan memberikan inspirasi untuk menulis. Karena wawasan Anda menjadi luas dengan banyak membaca. Dan ingat, wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah; perintah membaca!
Terakhir, biasanya saya juga mendapat pertanyaan, “Apa yang paling sulit dalam menulis?” Saya sulit menulis ketika dipaksa. Apalagi menulis tentang topik yang tidak saya kuasai. Lagi-lagi ini karena kurangnya wawasan saya, sehingga minim inspirasi dan ide untuk menulis. Namun yang jauh lebih teramat sulit dalam urusan tulis-menulis adalah; menulis namaku dalam hatimu.



[1] HR. Abu Dawud [no. 4700], Shahih Abi Dawud [no. 3933], at-Tirmidzi [no. 2155, 3319], Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah [no. 102], al-Ajurry dalam asy-Syari’ah [no.180], Ahmad [V/317], Abu Dawud ath-Thayalisi [no. 577], dari Sahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu ‘anhu, hadits ini shahih.
[2] Ulama berbeda pendapat akan hal ini. Ada yang mengatakan pena diciptakan setelah ‘arsy, ada pula yang berpendapat bahwa pena lebih dahulu diciptakan sebelum ‘arsy. Allahu a’lam.

Wednesday, 7 October 2015

Wahai Para Pendaki, Belajarlah dari Everest dan 5 CM!



Film Everest dan 5 CM, berisi topik yang identik; yakni tentang mendaki gunung. Namun, konten dan hikmah yang dapat diambil dari kedua film tersebut, sangatlah jauh berbeda. Bak langit dan bumi, pendaki gunung yang baik dimanapun mereka berada akan memberikan apresiasi setinggi-tingginya untuk Everest, dan sumpah serapah kepada 5 CM.
            Film Everest berangkat dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1996. Dimana isu komersialisasi gunung mulai booming. Lebih dari sedekade lalu, buku berjudul Into Thin Air diterbitkan. Buku ini ditulis oleh Jon Krakauer, yang juga terlibat dalam pendakian tahun 1996 tersebut. Beberapa bagian film ini diangkat dari buku tersebut, dan juga menambahkan referensi lainnya, termasuk buku bantahannya dari Anatoli Boukreev, The Climb. Menjadi hal yang sangat baik, karena film ini mencoba untuk obyektif dalam memandang tragedi 1996 ini.
            Akibat tragedi tersebut, tahun 1996 menjadi tahun kelam dalam sejarah pendakian Everest. Di musim pendakian, beberapa rombongan pendaki seakan berlomba ingin menggapai puncak. Sebut saja kelompok yang dipimpin Rob Hall, Adventures Consultant. Selain itu, ada pula Scott Fischer yang memimpin grup Mountain Madness. Hingga pendaki dari berbagai negara seperti Taiwan dan Afrika Selatan, semuanya berlomba untuk menggapai puncak tertinggi di dunia. Keramaian rombongan inilah yang mengantarkan penonton untuk menikmati film ini. Warna lain dari film ini adalah beberapa infrastruktur yang terlupa untuk dipersiapkan, badai ganas yang tiba-tiba datang dan banyaknya korban saat pendakian, terbanyak dalam setahun di dekade tersebut.
            Film ini memberikan banyak sekali pelajaran tentang mendaki gunung; teknik pendakian, teknik survival, teknik persiapan sampai manajemen pendakian. Membuat penonton yang cerdas akan lebih banyak mengambil pelajaran, ketimbang hanya menikmati keindahan Everest yang dilapisi salju putih dan membuat pendaki manapun ngiler untuk mendakinya. Salah satu kutipan yang saya catat dalam ingatan saya, dan masih terngiang hingga saat ini adalah ketika Scott Ficsher berkata (kurang-lebih), “It’s not about the altitude, but the attitude.”[1] Ya, kadang kita berpikir bahwa mendaki gunung hanyalah untuk mencapai puncak, berfoto-foto, berteriak-teriak histeris, kemudian menulis kata-kata norak yang kemudian dipublikasikan ke khalayak lewat akun media sosial. Apa sih faedahnya?
            Hal lain yang memberikan warna bagi Everest adalah adanya 2 ego besar. Ego Doug Hansen yang bersikukuh mencapai puncak Everest pada tahun tersebut, walaupun dirinya sudah terlambat 2 jam dari rencana awal untuk menyentuh puncak. Juga ego Scott Fischer yang memaksakan untuk turut menggapai puncak di tanggal 10 Mei 1996, tanggal yang akan selalu disebut dalam film ini. Kedua ego ini coba dikompromikan oleh Rob Hall yang menjadi tokoh utama dalam film ini. Namun apa daya, Rob pun gagal meredam ego tersebut, dan justru terbawa arus dalam yang mengantarkan dirinya menuju tragedi.
Lain ladang lain belalang, lain Everest lain pula 5 CM. Film 5 CM sangat menonjolkan keindahan gunung. Penonton sangat terlena dengan keasyikan dan kemudahan mendaki Semeru yang ditampilkan secara visual oleh film 5 CM. Entah isi novelnya seperti apa, karena jujur saja, saya belum pernah membaca novelnya. Semudah itukah naik gunung? Hanya dengan persiapan beberapa hari, mendaki gunung dengan perlengkapan yang tidak ditampilkan sama sekali penggunaan dan kegunaannya, hingga adegan impossible ketika salah seorang tokoh tertimpa batu runtuhan puncak Gunung Semeru. Dan... dia masih hidup?! How impossible! Baiklah, hidup-mati adalah urusan Tuhan. Tetapi, dia sehat-sehat saja dan melanjutkan perjalan hingga puncuk. Kemudian berenang di danau yang seharusnya tidak boleh dicemplungi manusia. Saya jadi semakin miris ketika belakangan, kalimat geram terlontar dari lisan kawan saya, “Damn! Bohong banget tuh! Temen gua mati dengan kejadian persis kaya gitu!”
            Dus, dampak yang diberikan oleh film 5 CM sangat luar biasa. Luar biasa buruknya. Pendaki-pendaki yang masih culun dengan jumawanya berbondong-bondong ingin naik Semeru. Bahkan yang belum pernah mendaki gunung pun jadi menganggap remeh kegiatan mendaki gunung, sebagai kegiatan yang mudah, mengasyikkan dan buat gaya-gayaan. Lihatlah Semeru hari ini, layaknya pasar malam yang dipenuhi para pendaki dari berbagai daerah. Antrean yang mengular dan sampah menumpuk di tiap sudutnya. Padahal kenyataannya, seperti yang disebutkan oleh Anatoli Boukreev dan ditampilkan dalam film tersebut, “Selalu ada kompetisi di antara orang-orang dan gunung, gununglah yang selalu menjadi pemenang”. Kita tidak akan pernah menang  melawan alam, melawan gunung. Karena merekalah yang akan menang. Memang kita berhasil mencapai puncak gunung. Tapi, berapa banyak pengorbanan yang kita lakukan untuk mencapai puncak makhluk diam itu? Uang, tenaga, pikiran, dan ego yang harus kita gadaikan untuk sekadar berfoto-foto di pucuknya.
            Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa mendaki gunung adalah bukan soal ketinggian, namun soal sikap. Sikap kita terhadap alam yang harus selalu dijunjung tinggi. Jangan mengotori alam, jangan sakiti alam. Karena merekalah sahabat kita, untuk menunjang kehidupan kita. Apabila kita menyakiti alam, maka alam akan balik menikam kita. Contoh yang paling jelas adalah hari ini, dimana kabut asap yang semakin pekat diakibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam pembakaran hutan. Hingga kini, siapapun yang melihat beritanya, hanya menganggap sebagai bencana biasa yang sewaktu-waktu bisa saja datang. Termasuk pemerintah kita yang entah dimana rimbanya seolah tidak ada usaha untuk menanggulanginya. Setelah menganggap remeh banjir Jakarta yang nyatanya tidak bisa diatasi juga, pemegang pucuk pimpinan RI kini dihadapkan dengan asap yang entah kapan akan ditanggulangi.
            Akhirnya, begitulah pelajaran yang akan kita dapatkan dari dua film bertema identik tersebut. Pelajaran bagaimana memaknai pendakian dengan benar dan penuh khidmat. Jadikanlah pendakian sebagai penempa diri, dan bentuk rasa syukur atas keindahan ciptaan Tuhan. Bukan malah menzalimi ciptaan-Nya. Maka ceritakanlah agar mereka berpikir!




[1] Ini bukan hanya tentang ketinggian, tetapi juga sikap.

Monday, 5 October 2015

Selalu Ada Jalan Untuk Pulang

Ketika kaki terlampau jauh melangkah. Ketika mulut terlampau lancang berkata-kata. Ketika tangan terlampau kasar memukul yang lemah. Ketika hati terlampau kotor dan jauh dari-Nya. Ketika pikiran terlampau jahat dalam berencana. Ketika niat terlampau buruk kadung terlaksana. Maka pulanglah. Selalu ada jalan untuk pulang, sekalipun ia sekeji-kejinya orang. Selalu ada jalan untuk pulang, bagi mereka yang tak ubahnya binatang jalang. Selalu ada jalan untuk pulang, bagi mereka yang hatinya mulai gersang. Selalu ada jalan untuk pulang, bagi mereka yang tak kunjung menang. Pulanglah.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com