Barang langka. Berapa
banyak barang langka di Indonesia yang dieksploitasi dan dicuri oleh
orang-orang asing? Sepuluh? Seratus? Seribu? Sejuta? Tak terhitung! Hari ini
kita menyaksikan Indonesia dirampas besar-besaran kekayaannya. Kekayaan yang
menjadi ciri khas Indonesia, dan negara-negara lain tidak memilikinya. Namun,
ada satu barang langka yang benar-benar langka dan banyak sekali yang gagal
lolos dalam ujiannya. Barang langka itu bernama kesetiaan.
Tidak akan ada satupun harta
kekayaan langka milik Indonesia yang akan dicuri oleh pihak asing apabila
terdapat kesetiaan pada setiap individunya. Kesetiaan menjadi tolok ukur
manusia untuk menjaga dan melestarikan apa yang telah diwariskan kepadanya. Seorang
suami yang setia, berarti menjaga cinta dan kepercayaan yang telah disematkan
oleh istrinya. Seorang pendeta yang setia, berarti ia menjaga kemurnian ajaran
agama serta ayat-ayat suci yang diwahyukan oleh tuhannya. Seorang warga negara
yang setia, berarti dengan segala perasaan bersyukurnya, menjaga keamanan dan
ketertiban peradaban yang telah diwariskan leluhur kepadanya.
Tempo hari kita mendengar ada berita
tersiar tentang bendera Tiongkok yang berkibar di belahan Indonesia bagian
timur. Belum lagi proyek reklamasi pulau-pulau di ibukota yang menurut kabar
beredar akan dibangun banyak apartemen di sana, kemudian akan menjadi sarang
orang-orang Tiongkok untuk menjajah Indonesia secara ekonomi. Selain itu,
isu-isu toleran-intoleran selalu bergema di republik ini setiap tahunnya. Pembakaran
rumah ibadah, pembubaran ibadah secara paksa, hingga pelarangan menjalankan
norma agama telah terjadi di beberapa tempat dan –dibuat seolah- menjadi berita
utama. Hal-hal tersebut adalah kenyataan dari sebuah kesetiaan yang ternodai. Noda-noda
yang ternyata berbentuk materi, berbentuk uang dan emas. Maka, benarlah jika
ada pepatah yang mengatakan bahwa kesetiaan itu mahal harganya. Karena dari
zaman baheula, para penguasa pasti harus menggelontorkan banyak harta
hanya untuk memastikan orang-orang tetap setia di bawah kekuasaannya.
Kesetiaan tidaklah sama dengan
ketakutan. Kesetiaan adalah barang langka, sedangkan
ketakutan justru kerap menghilangkan barang langka itu sendiri. Lihatlah Amangkurat I yang menjilat kepada Belanda, karena takut
kekuasaannya akan runtuh akibat serangan Trunojoyo. Atau dapat pula kita simak
kisah Yudas Iskariot, yang menukar loyalitasnya terhadap Yesus dengan tiga
puluh keping emas. Contoh lainnya adalah Vidkun Quisling, yang menukar rasa
cinta tanah airnya Norwegia dengan iming-iming kekuasaan yang ditawarkan Hitler.
Beberapa contoh tersebut adalah perbandingan yang cukup nyata untuk memperjelas
perbedaan antara kesetiaan dan ketakutan. Ada beberapa contoh besar lagi yang
rasanya sangat penting untuk saya angkat.
Anda ingat keruntuhan Khilafah
Abbasiyah oleh Mongol yang ketika itu dipimpin oleh Hulagu Khan? Pasti ingat. Tetapi
hal yang jarang benar-benar dibahas adalah bahwa ada oknum-oknum muslim yang
membantu keruntuhan Abbasiyah pada waktu itu. Sebuah pukulan telak bagi
siapapun yang mengatakan bahwa berdirinya khilafah adalah satu-satunya solusi
terbaik dunia-akhirat. Khilafah akan tegak dan Islam menemukan kejayaannya di
akhir zaman, itu adalah sebuah kabar gembira dari Allah dan Rasul-Nya yang
wajib disambut umat Islam dengan perjuangan. Namun, bukan berarti umat Islam
abai terhadap kenyataan-kenyataan pahit di dalamnya. Sejarah berdarah itu
memunculkan beberapa nama, salah satunya adalah Buraq Hajib, yang memiliki nama
lain Kuchlug Khan. Dia adalah penguasa Kirman, yang masih masuk dalam wilayah
kekuasaan Khawarizmia. Sejatinya Buraq Hajib hanyalah wakil dari penguasa
Kirman, Giyatsuddin bin Alauddin Khawarizmi Syah. Namun, dengan siasat yang
telah dibuatnya, Giyatsuddin dibunuh, bahkan kepala Giyatsuddin dipenggal untuk
dikirimkan kepada Ogedei yang ketika itu memimpin Mongol. Pengabdiannya kepada
Mongol adalah sebagai bentuk rasa pengecut yang dihiasi ketakutan akan
kemiskinan dunia dan kematian, sehingga lunturlah kesetiaannya terhadap agama
dan bangsanya. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Badruddin Lu’lu, raja Mosul yang
berkuasa selama lima puluh tahun. Badruddin terang-terangan menjilat
pemerintahan Mongol agar ia diberikan keamanan dan penghargaan. Selain nama-nama
tersebut, ada pula nama-nama terkenal seperti Muayyiduddin ibn Alqami, menteri
dari Khalifah al-Musta’shim Billah yang menggerogoti Khilafah Abbasiyah dari
dalam, dan diam-diam berkorespondensi dengan pihak Mongol. Nama lainnya yang
juga cukup mencengangkan adalah Nashiruddin ath-Thusi, yang nyata-nyata satu
kongsi dengan Ibn Alqami. Ath-Thusi menjadi penasihat bagi Hulagu untuk
menghancurkan Khilafah Abbasiyah.
Pada akhirnya, mereka yang memilih
untuk hidup mewah namun dirundung ketakutan selalu berakhir mengenaskan dalam
perjalanan hidupnya. Ibn Alqami meninggal dalam keadaan stres dan tak berdaya,
Amangkurat I mati dalam keadaan terasing, miskin, dan dibenci, juga Vidkun
Quisling yang mati dieksekusi pihak yang dikhianatinya. Berbeda dengan mereka
yang tetap memegang teguh kesetiaan dalam hidupnya. Sekalipun mereka harus mati
dieksekusi musuh, namun mereka meninggalkan dunia dengan cara terhormat, dan dunia
pun menghormatinya pula. Raden Intan II, sekalipun harus gugur di usia muda,
namanya tetap harum hingga sekarang. Lalu apa kabar bawahannya yang berkhianat?
Tidak membekas sedikitpun kenikmatan yang diterimanya selain hinaan di dunia
dan di alam kuburnya. Imam Bonjol, senasib pula dengan Sultan Hasanuddin;
ditangkap Belanda, diasingkan, kemudian wafat dalam pengasingan. Namun, nama
mereka selalu dikenang sebagai pahlawan baik oleh kawan maupun lawan. Itulah balasan
bagi orang yang memegang kesetiaan.
Hari ini, bagaimana kita dapat
mengetahui mana di antara tokoh negara ini yang setia dan mana yang membelot? Kita
tunggu saja akhir perjalanan hidupnya. Karena sanksi Tuhan tidak pernah salah
memilih terdakwa.
Kesetiaan itu tak berbeda dengan
angin, ia mungkin tak pernah kita lihat wujudnya, namun dapat kita rasakan
dampaknya. Juga tak jauh berbeda dengan barang tambang, sangat sulit didapat, karena hanya orang-orang yang berjuang yang mendapatkan dan merasakannya.