zakyzr.com

Wednesday, 20 January 2016

Dengan Siapa Kita Berlomba?


Semakin maju zaman, semakin dinamis pergerakan manusia. Semakin dinamis perkembangan teknologi, semakin dinamis pula pergerakan informasi. Keinginan manusia untuk menjaga eksistensi pun terus membesar dari tahun ke tahun. Hari ini, hampir setiap manusia memiliki akun media sosial, baik aktif maupun pasif. Kreativitas manusia semakin diperlombakan. Event-event semakin beragam jenisnya. Begitu pula komunitas-komunitas yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Entah berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghitung jumlah komunitas yang sekarang beredar di tengah masyarakat. Baik yang resmi maupun tidak resmi. Baik yang banyak anggotanya, maupun yang hanya segelintir anggotanya. Biasanya pun satu golongan mempunyai berbagai komunitas. Termasuk komunitas-komunitas yang dibentuk oleh orang-orang muslim, terutama para pemudanya.
            Zaman Orde Lama dan Orde Baru, bila berbicara komunitas muslim, kita akan menemui kelompok-kelompok mahasiswa yang berkelompok membuat suatu pergerakan. Maka kita mengenal gerakan mahasiswa semisal HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) atau PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Komunitas-komunitas tersebut hanya berada pada jumlah yang sedikit sekali. Gerak mereka pun terlihat dan jelas arahnya. Mengapa mereka tidak bergabung saja? Karena corak dan latar belakang mereka berbeda. Sehingga mereka lebih nyaman ketika menggabungkan diri dengan orang-orang yang berlatar belakang sama. Sekalipun aturan tentang corak dan latar belakang ini tak pernah terwujud dalam peraturan tertulis.
            Hari ini, komunitas-komunitas kian menjamur. Tidak perlu ada deklarasi besar-besaran, tidak perlu ada AD/ART, tidak perlu ada visi-misi yang dibakukan, sebuah komunitas dapat didirikan dan berjalan sebagaimana yang dikehendaki anggotanya. Komunitas-komunitas yang dibentuk oleh umat Islam kini mulai tak terhitung jumlahnya. Fokus gerak mereka semua beragam, tetapi anggota antara satu komunitas dengan komunitas yang lain biasanya relatif sama. Misalnya si A dan kawan-kawannya bergabung dalam komunitas “Pemelihara Jenggot”, ternyata si A dan kawan-kawannya juga bergabung di komunitas “Cinta Istri”. Istilah atau sebutan bagi si A sering disebut dengan dualisme. Pada gilirannya, dualisme komunitas inilah yang acapkali menjadi masalah. Komunitas Pemelihara Jenggot kekurangan orang ketika mengadakan sebuah agenda, karena si A dan kawan-kawannya lebih fokus di komunitas Cinta Istri. Setelah tarik-menarik anggota, akhirnya masing-masing komunitas membakukan arah geraknya sehingga para anggotanya bisa menentukan sikap. Lantas biasanya muncul ungkapan, “Ya sudah yang penting fastabiqul khayrat.”
            Kalimat fastabiqul khayrat adalah ungkapan yang hampir mustahil asing di telinga umat Islam. Kalimat ini sejatinya adalah kalimat perintah. Namun sering sekali orang berkata, “Mari kita ber-fastabiqul khayrat”. Padahal fastabiqul khayrat sendiri sudah cukup mewakili kata ajakan “mari”. Semangat fastabiqul khayrat adalah semangat khas ajaran Islam. Semangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, artinya jangan bermalas-malasan dalam melakukan kebaikan. Perintah ini dapat kita temukan di dua tempat dalam Al-Qur’an, yakni dalam QS. Al-Baqarah:148 dan QS. Al-Maaidah:48. Namun, banyak umat Islam yang jadi salah kaprah dengan perintah tersebut.
            Perintah berlomba-lomba dalam kebaikan –dalam hal ini ayat yang menyebutkan fastabiqul khayrat- diawali dengan pembahasan umat yang beragam. Diantara umat yang beragam itu ada pelbagai macam agama, termasuk Islam sendiri. “Dan setiap umat memiliki kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”[1] Selanjutnya dapat kita tengok ayat, “Dan Kami telah turunkan kepadamu kitab (Al-Quran) dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan.[2]
            Apabila kita membaca kedua ayat tersebut dengan seksama, maka kita menemukan perintah fastabiqul khayrat diawali dengan pembahasan umat-umat yang ada selain Islam. Al-Qurthuby dalam tafsirnya menyebutkan, “Maka berlomba-lombalah kalian dalam berbuat kebaikan” maksudnya bersegeralah kalian pada ketaatan.[3] Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut, “Maksud dari fastabiqul khayrat adalah keinginan atau kegemaran bertemu secara tiba-tiba pada pekerjaan baik dan memperbanyak pekerjaan baik.”[4] Jadi, maknanya bukanlah kita harus berlomba-lomba bahkan sikut-sikutan dengan sesama muslim. Maka inilah pemahaman yang keliru.
            Gerakan Islam A bersaing dengan Gerakan Islam B dalam memperbanyak kader dan mengadakan agenda dakwah dengan dalih fastabiqul khayrat. Ini sungguh sangat keliru. Karena Allah memerintahkan kita bersaing dengan umat lainnya di luar Islam, agar kita mencapai apa yang Allah katakan sebagai “kuntum khayra ummah ukhrijat li an-naas”. Kita diperintahkan berlomba-lomba dengan umat lain agar kita menjadi umat terbaik, terdepan, dan adil dalam menentukan hukum. Bukan malah bersaing antar sesama gerakan dakwah yang lain.
            Jika case kita geser kepada dinamika pergerakan dakwah, maka kita diharuskan menaati perintah Allah yang berbunyi, “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan sejati dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam kejahatan dan permusuhan.”[5] Sebagai sesama muslim, apalagi sama-sama berdakwah, kita tidak perlu bersaing. Justru kita harus tolong-menolong, saling menyokong, dan mendukung antar satu gerakan dengan gerakan yang lain agar tujuan dakwah tercapai. Karena kita umat terbaik yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
            Menjamurnya komunitas-komunitas yang mengumpulkan orang untuk menebar kebaikan, haruslah diiringi dengan ilmu. Jangan sampai tujuan komunitas atau gerakan hanyalah eksistensi semata, apalagi kental aroma fanatisme golongan. Justru kita turut menjadi penghancur Islam dari dalam. Ta’awanu ‘ala al-birri wa at-taqwa harus kita kedepankan agar umat dapat bahu-membahu dalam menebarkan kebaikan ke segala penjuru. Fastabiqul khayrat kita gencarkan agar kita sebagai umat Islam tidak kalah dari umat lain yang sedang berusaha menghancurkan Islam. Sesama da’i jangan gontok-gontokkan. Karena tujuannya sama-sama mengharap keridhoan Allah dengan menyebarkan agama-Nya. Kita harus memperjelas siapa musuh kita. Kita harus memperjelas dengan siapa kita berlomba. Jangan salah menembak musuh, apalagi menembak perempuan yang sudah dilamar orang.




[1] Al-Baqarah: 148.
[2] Al-Maaidah: 48.
[3] Al-Qurthuby. Al-Jami’ liahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan
[4] Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir.
[5] Al-Maaidah: 2.

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com