Futur,
secara bahasa memiliki dua makna. Pertama yaitu terputus setelah
bersambung, terdiam setalah bergerak terus. Kedua yaitu malas, lamban
atau kendur setelah rajin bekerja. Futur secara istilah merupakan suatu
penyakit yang dapat menimpa seseorang yang berjuang di jalan Allah. Futur yang
paling ringan menyebabkan seseorang terhenti setelah terus-menerus melakukan ibadah.
Futur, kata berasal dari bahasa Arab yang akar katanya adalah: Fatara –
Yafturu – Futurun, yang artinya menjadi lemah dan menjadi lunak. Intinya makna
dari futur adalah berhenti setelah giat bergerak.
Futur.
Istilah ini saya kenal sejak saya mengenal suatu gerakan dakwah. Gerakan dakwah
tersebut menyebut kadernya yang menghilang tiba-tiba setelah aktif berdakwah
dengan sebutan futur. Sehingga futur ini adalah ungkapan negatif, dan dianggap
sebagai penyakit yang mengganggu produktivitas gerakan dakwah. Dalam konteks
dakwah, futur adalah satu penyakit yang menimpa aktivis dakwah dalam bentuk
rasa malas, menunda-nunda, berlambat-lambatan dan yang paling parah ialah
berhenti dari melakukan amal dakwah. Sedangkan sebelumnya ia adalah seorang
yang aktif.
Beberapa
bulan ini saya mengalami kemalasan dalam membaca, dan produktivitas menurun
dalam hal menulis. Berlarut-larut hingga tidak sadar ketika gairah untuk
membaca dan menulis itu hampir hilang seluruhnya. Maka saya pinjam istilah
futur ini, karena saya yang tadinya aktif membaca dan menulis, tiba-tiba malas
melakukan dua aktivitas tersebut.
Saya
sempat dicap “Berandal Kutu Buku”. Masa awal-awal kuliah, penampilan saya cukup
buruk –untuk tidak disebut memuakkan. Rambut gondrong, celana yang sobek-sobek,
dan bersandal. Bukanlah hal buruk apabila kita memakai sandal, namun ini
masalahnya saya bersandal ketika kuliah. Namun saya tak pernah lupa membawa
buku di tas saya. Bukunya pun tak tanggung-tanggung tebalnya. Kemanapun saya
membawa buku dalam tas ransel. Jadilah banyak yang menyebut saya kutu buku. Tetapi
berpenampilan tidak seperti kutu buku kebanyakan. Orang-orang yang mengenal
saya sekarang mungkin menyatakan saya pantas menyandang predikat kutu buku,
apalagi sekarang saya berkacamata. Namun, mereka yang mengenal saya sejak lama
tentu tidak berpendapat demikian.
Kebiasaan
saya membaca 30 halaman per hari, dan menulis setidaknya 3 halaman per hari. Membaca
30 halaman itu belum dihitung membaca qur’an dan pesan-pesan kurang penting di
media sosial ataupun whatsapp. Sebanyak apapun aktivitasnya, pokoknya
harus saklek peraturannya. Tidak boleh dilanggar. Maka ketika bepergian dalam
waktu yang lama, saya merasa kurang jika hanya membawa satu buku bacaan. Biasanya
membawa 2 atau 3 buku. Namun ternyata titik jenuh itu selalu ada di setiap
lini. Beberapa bulan belakangan ini saya mengalami kemalasan dan kehilangan
gairah dalam membaca. Sehingga pikiran terasa kosong, dan pembicaraan pun
sering kurang berbobot. Inilah dampak dari kurang membaca. Kurang memperkaya
otak dengan bacaan-bacaan bergizi.
Masa-masa
malas ini saya namakan futur literasi. Entah sudah pernah ada atau belum yang
membuat istilah ini. Yang jelas, karena bagi saya ini penyakit yang berbahaya. Malas
baca, malas menulis itu berbahaya! Mengapa? Rasanya tak pernah bosan saya
berpesan kepada siapapun; bahwasanya kegemilangan peradaban itu terletak pada
kebiasaan membaca dan menulis rakyatnya. Pembicaraan tentang Andalusia tak
pernah lekang oleh waktu, karena ulama-ulama ketika itu gandrung sekali
menulis. Begitupun peradaban gemilang di Baghdad pada masa kejayaan Khilafah
Abbasiyah, karena ulama-ulama dan para ilmuwan yang sungguh produktif dalam
menulis. Jika mereka produktif menulis, pastilah jauh lebih produktif dalam
membaca. Karena –tolong camkan baik-baik- sesungguhnya menulis adalah membaca,
dan membaca adalah menulis. Ketika kita menulis, kita sedang membacakan kembali
apa yang terdata di pikiran kita. Ketika kita membaca, kita sedang menuliskan
di pikiran kita atas apa yang kita baca. Maka kedua hal ini adalah hal yang
tidak mungkin terpisahkan. Ibarat bersuci dengan shalat.
Ada
beberapa data menarik yang disajikan oleh Prof. Raghib as-Sirjani dan Amir
al-Madari. Prof. Raghib As-Sirjani mencatat bahwa angka buta huruf yang terjadi
di negeri muslim mencapai 37 persen. Ini baru jumlah yang tercatat, menurutnya
angka riil-nya bisa di atasnya. Sementara Amir Al-Madari menyampaikan hasil
riset tingkat konsumsi buku rata-rata per-orang per-tahun di dunia. Disebutkan,
orang Jepang rata-rata membaca 40 buku pertahun, orang Eropa 10 buku dalam
setahun, sementara bangsa Arab hanya 1/10 buku setahun. Jika diasumsikan bahwa
jumlah halaman buku adalah 200 halaman, maka bangsa Arab hanya membaca 20 halaman
setiap tahun. Mirisnya, publik memandang Arab adalah Islam, dan Islam adalah
Arab.[1] Jelas
sekali penyebab utama kemajuan dan kemunduran sebuah peradaban berasal dari
lini ini, lini budaya literasi. Oh ya, kira-kira dimana posisi Indonesia dalam
budaya baca ini? Mungkin sebaiknya kita tidak tahu sama sekali, supaya tidak
terlalu menanggung malu. Membaca itu kebutuhan, bukan hobi. Membaca itu sama
halnya dengan makan, minum, bernafas. Karena tanpa membaca, kita tidak akan
mengerti apa-apa.
Bangsa
ini sudah dari dulu futur literasi. Lemah syahwat dalam belajar, namun rakus
meraih kekuasaan. Orang cerdas pun tidak diberi tempat di sini. BJ. Habibie
contoh besarnya. Dr. Warsito mungkin menyusul. Dr. Warsito berkarya dengan menciptakan
ECCT untuk menyembuhkan kanker pun tak digubris oleh para petinggi. Tetapi saham
Freeport terus-menerus jadi bahasan hangat. Jelas sekali kata ‘kemajuan’
menjadi kata yang cukup sulit dicari dari kamus peradaban Bangsa Indonesia.
Tulisan
ini bukan untuk sombong-sombongan tentang budaya baca yang ada pada diri saya. Sama
sekali bukan. Justru untuk memantik siapapun yang berdiri di atas Bumi
Nusantara ini. Hei, saya yang bodoh ini bisa banyak membaca dan menulis,
mengapa kalian yang pintar ber-IPK hampir 4 tidak bisa melakukannya? Saya yang
pemalas ini bisa membaca 30 halaman per hari dan menulis paling tidak 3 halaman
per hari? Mengapa kalian yang rajin mencuci, menjemur, dan menyetrika baju
sendiri tidak mampu melakukannya? Ini masalah peradaban. Tentunya kita akan
bangga manakala anak kita kelak menjadikan kita, orang tuanya, sebagai
ensiklopedi berjalan. Mereka tak perlu jauh-jauh keluar rumah untuk belajar,
karena kita siap mengajarkan. Seperti halnya para pembangun negeri kita. Mereka
banyak yang tak pernah mencicipi bangku sekolah formal, namun prestasinya
sangat membanggakan. Jangan sampai anak-anak jauh dari orang tuanya hanya
karena menilai orang tuanya kurang berwawasan.
Biasanya
banyak pertanyaan sejenis, “Bagaimana cara menumbuhkan minat membaca?” Sebetulnya
mudah saja. Apalagi jika kita muslim. Perintah pertama yang diberikan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah membaca. Perintah itu
wajib dilaksanakan atau tidak? Setiap muslim apalagi mukmin, pasti melaksanakan
segala perintah Allah. Allah memerintahkan kita untuk membaca. Kalau kita tidak
melakukan apa yang diperintahkan-Nya, lalu apa status kita di hadapan Tuhan
kita?
Bagus istilahnya. Tapi tak apalah kadang malas membaca, karena bosan dong baca 30 halaman kertas tiap hari. Dalam keadaan futur tersebut mungkin bisa disambi dengan membaca pikiran orang lain, membaca cuaca atau membaca kata hati sendiri :P toh sama-sama membaca
ReplyDeleteSetuju, membaca bukan sekedar membaca buku.
DeleteKebiasaan membaca buku memang bagus. Tapi bagaimana cara memilih buku yang bagus? Terutama buku tentang pengetahuan. Entah itu pengetahuan agama ataupun pengetahuan lain yang bisa menambah wawasan kita? Karena saat ini banyak buku-buku yang ya bisa dibilang menyesatkan.
ReplyDeleteBoleh request tulisan tentang tips memilih buku bacaan yang baguskah?
Kalo boleh ditunggu postingannya
Bisa dilihat dari siapa penulisnya dan penerbitnya. Baiknya meminta rekomendasi dari yang menguasai bidangnya
Deletetempat tidur set
ReplyDeletetempat tidur set mewah
set ranjang tidur
ranjang set mewah
ranjang tidur mewah
ranjang tidur set
jual kamar tidur
jual tempat tidur set
jual tempat tidur mewah
jual ranjang tidur
jual ranjang mewah
harga kamar tidur
harga tempat tidur mewah
harga ranjang mewah
ranjang pengantin
tempat tidur utama
kamar tidur utama
ranjang tidur set
set tempat tidur
kamar tidur utama
tempat tidur syahrini
tempat tidur princess
bufet TV
ReplyDeleteGazebo jati
Gebyok jati
Dekorasi Pengantin
furniture anak
Kitchen Set
Lemari pakaian
meja kantor
Meja Rias
jendela dan Kusen
Kursi teras
Pintu & Kusen
Tempat Tidur Remaja
Pintu Garasi
Tempat Tidur susun
kursi ukir
Meja Makan
set kamar tidur