zakyzr.com

Saturday, 30 April 2016

Slogan Yang Menyesatkan

              
                Kesempatan kali ini, saya akan mengulas perihal iklan-iklan yang memberikan pesan kurang baik kepada publik. Sebut saja sebuah slogan merk deterjen pencuci pakaian ternama yang telah menghegemoni. Banyak sekali orang Indonesia tidak mahir menyebut kata ‘deterjen’ atau setidaknya ‘sabun pencuci pakaian’. Mereka lebih memilih jalan simpel dengan menyebut merk yang telah lebih dahulu merajai dunia per-deterjen-an. Slogannya “berani kotor itu baik” memang terasa meneduhkan. Karena slogan ini membuat para orang tua tidak khawatir apabila anaknya main hujan-hujanan atau kotor-kotoran. Dengan segenap janji bahwa deterjen tersebut akan dapat membersihkan kuman pada pakaian hingga tuntas ditambah dengan mencontohkan bahwa anak yang kotor-kotoran bukanlah anak yang nakal, slogan ini kemudian masuk ke alam bawah sadar masyarakat. Berani kotor itu baik. Benarkah?

            Slogan-slogan yang dipromosikan lewat iklan pelbagai produk memang sedap dibaca dan enak didengar. Saya ingat ada slogan sebuah produsen parfum yang booming di akhir 90-an, “Kesan pertama begitu mengggoda, selanjutnya terserah Anda.” Pada era milenium, setiap produk berlomba-lomba untuk mengeluarkan slogan-slogan yang mudah diingat, sehingga menarik minat masyarakat untuk membeli produk mereka. Slogan “Tiada duanya” mengingatkan kita pada sebuah merk mobil pabrikan Jepang. Slogan “Yang lebih mahal, banyak” akan langsung mengingatkan masyarakat pada sebuah merk obat anti-nyamuk. Slogan “Satu hati” atau “Semakin di depan” kini cukup booming untuk mengingatkan masayarakat kepada produsen sepeda motor pabrikan Jepang.
            Sadar atau tidak sadar, masyarakat akan terbiasa dengan slogan-slogan yang dipromosikan lewat layar televisi, radio, ataupun media cetak. Tidak jarang, mereka secara spontan menyitir slogan tersebut dalam pembicaraan sehari-hari. Namun, apakah masyarakat menyadari, bahwasanya tidak semua slogan yang diperkenalkan lewat iklan itu bermakna baik, atau setidaknya tidak ada pesan-pesan negatif yang tersimpan di balik slogan-slogan tersebut? Jawabannya tidak perlu menggunakan survei-survei besar, atau menggunakan teori psikologi dan teori lainnya untuk sekadar membicarakan slogan yang masuk ke alam bawah sadar banya manusia. Ya, tidak semua slogan-slogan tersebut bermakna baik dan mengajak kepada kebaikan. Tidak sedikit produsen-produsen yang menyelipkan makna tersirat di balik apa yang tersurat. Hal ini sejatinya perlu diwaspadai.
            Tahukah Anda produsen apa yang paling banyak mengeluarkan slogan-slogan bernas nan renyah, juga diminati dan dinikmati oleh banyak penduduk negeri ini? Kalau masih salah, berarti Anda belum peka terhadap masalah-masalah kecil yang berpotensi besar. Jawabannya adalah produsen rokok. Saya sebut saja secara terang-terangan di sini. Siapa yang tidak ingat slogan “Nggak ada lo nggak rame”? atau slogan yang cukup populer di kalangan ‘ahli-hisap’, “Go Ahead”? Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya slogan-slogan produsen rokok tersebut mengandung pesan yang sangat mematikan di dalamnya. Pernahkah terpikir oleh Anda semua apa makna sesungguhnya di balik “Nggak ada lo nggak rame”? atau “Go Ahead”? Dengan slogan yang ringan, bernas, dan mudah diingat, dibalut dengan iklan yang cukup menarik dan nikmat bila ditonton, publik merasa asyik-asyik saja ketika mereka dibodohi oleh iklan-iklan semacam itu.
            Hal unik yang patut kita perhatikan adalah setiap iklan rokok, tidak pernah menampilkan adegan orang yang sedang merokok. Begitu pula yang terjadi pada iklan rokok yang dipajang di emperan-emperan jalan. Iklan rokok ini hampir setara dengan iklan pembalut perempuan yang tidak diperlihatkan cara menggunakan produknya. Seharusnya kita menyadari bahwa apa yang tidak diperkenankan ditampilkan di depan umum, sejatinya juga tidak diperkenankan untuk dilakukan di depan umum pula. Perempuan tidak mungkin melakukannya di depan umum, karena itu adalah hal privasi dan harus dilakukan di tempat tertutup yang menjamin privasinya. Tetapi mengapa hal ini tidak terjadi pada rokok?
            Sekadar memberi kabar saja, slogan seperti “Go ahead” yang berarti “lanjutkan” mengandung makna “Lanjutkan saja aktivitas merokokmu!” Ya, sekalipun Anda dihujat dan disumpahserapahi orang-orang sekitar, lanjutkan saja aktivitas merokok Anda. Toh Anda bisa berbagi kenikmatan, sehingga Anda tidak sendirian menikmatinya. Ya, sekalipun merokok bisa merusak tubuh Anda, menyebarkan penyakit ke seluruh anggota keluarga Anda, bahkan hingga merenggut nyawa Anda, semua itu hanya masalah waktu. Maka lanjutkan saja aktivitas merokok Anda! Demikian halnya yang dipesankan dalam slogan “Nggak ada lo nggak rame”. Ya, kalau tidak ada rokok tersebut, maka suasana jadi tidak ramai dan tidak seru. Bagi mereka, rokok menjadi alat pemersatu dan penghangat suasana. Tanpa adanya rokok, maka perkumpulan jadi terasa hambar dan kikuk. Maka ditambah pula dengan slogan “Asyiknya rame-rame” yang semakin mempertegas arti, “Kalau merokok, lebih asyik ramai-ramai”. Sekalipun dalam iklannya tidak pernah menampilkan adegan orang merokok, propaganda yang digencarkan oleh produsen rokok tetap memengaruhi masyarakat untuk tetap bersikap permisif terhadap rokok, juga kepada orang merokok. Padahal sudah banyak upaya untuk mengurangi konsumsi rokok dari pemerintah.
            Apa yang harus kita lakukan adalah melakukan filter terhadap slogan-slogan yang ditawarkan oleh pelbagai produk dalam iklannya. Bukan hanya memilih dan memilah produk-produk yang ada, tetapi juga bagaimana melatih pikiran kita untuk tidak terpengaruh oleh slogan. Slogan “Berani kotor itu baik”, memang terdengar indah di telinga. Tetapi sedikit dari kita yang khawatir akan pengaruh dari slogan tersebut. Sejatinya tidak benar seseorang dikatakan baik bila berani kotor. Kalau orang dikatakan baik karena berani kotor, artinya kita membenarkan bahwa orang yang berani korupsi itu juga baik, orang tidak membayar pajak itu baik, orang yang berprestasi karena menyontek itu baik, dan lain sebagainya. Karena hal-hal tersebut adalah perbuatan kotor, dan kita memberikan ‘izin’ bagi mereka untuk berani kotor-kotoran. Seharusnya slogannya diganti menjadi, “Berani bersih itu baik”. Kita harus mengajarkan kepada keluarga dan lingkungan, bahwa dalam keadaan apapun, sekalipun kita terancam, kita harus tetap berlaku bersih dan taat aturan.
Sesungguhnya permasalahan propaganda dalam sebuah iklan ini termasuk ke dalam istilah yang disebutkan al-Qur’an, yakni zukhruf al-qawli ghurura, yakni perkataan dusta yang seolah-olah indah. Seolah-olah indah, namun kenyataannya buruk, seolah-olah indah, namun kenyataannya menyesatkan.
            “Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan.”[1]



[1] Al-An’am (6) : 112
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com