Seorang pemuda
yang membawa risalah baru, mencoba menyebarkan risalah tersebut ke seluruh
sudut kota yang dapat dijangkaunya. Namanya Ibrahim. Ayahnya yang bernama Azar
menolak risalah yang mulia itu. Bahkan sampai hati menganggap anaknya sendiri
sebagai orang gila. Ibrahim, yang telah mendapatkan risalah itu melalui banyak
perenungan, proses rasionalisasi, dan kemudian memercayai agama itu sepenuhnya;
tentu saja tidaklah mudah menyerah. Lantas Ibrahim melakukan sebuah aksi nyata
untuk membungkam golongan ayahnya, yakni para penyembah berhala. Ibrahim
mendatangi tempat peribadatan mereka yang di dalamnya banyak terdapat berhala
dengan beragam ukuran. Tanpa ada rasa takut dan khawatir sedikitpun, Ibrahim menghancurkan
patung-patung tersebut dengan kapak yang dipegangnya. Alih-alih menghancurkan
seluruh berhala itu, Ibrahim membiarkan satu berhala yang paling besar, dan
menggantungkan kapaknya itu ke leher berhala yang paling besar.
“Tanyakan pada berhala yang paling
besar itu!” jawaban Ibrahim kepada orang yang bertanya perihal siapa yang
menghancurkan berhala-berhala itu. “Bagaimana mungkin berhala besar itu dapat
menghancurkan berhala lainnya, sedangkan ia hanyalah sebuah patung?” Pertanyaan
ini justru menampar dirinya sendiri. Jika memang mereka hanya patung yang tak
mungkin bergerak, bagaimana mungkin patung-patung itu dapat menolong mereka,
mengakomodasi keinginan mereka, atau sekadar menjawab pertanyaan mereka?
Demikian pula halnya ketika Ibrahim dengan beraninya mendebat Namrud si
penguasa lalim nan otoriter. “Tuhanku dapat menghidupkan dan mematikan.”
Ibrahim menantang Namrud. “Aku pun mampu melakukannya.” Namrud menjawab dengan
perasaan tidak mau kalah, seraya memerintahkan pengawalnya untuk memanggil dua
orang, yang satu dibunuh dengan dipenggal kepalanya, yang satunya lagi
dibiarkan hidup. Sebuah logika dangkal yang diperlihatkan oleh Namrud. Namun,
Ibrahim tetap melayaninya dengan berkata, “Tuhanku memunculkan matahari dari
timur kemudian menghilangkannya di barat, coba kau lakukan yang serupa!” Namrud
merasa bagai disambar petir, tak mampu berkata-kata untuk membantah Ibrahim
lagi. Praktis, percakapan itu harus berakhir dengan kemenangan mutlak yang
ditorehkan Ibrahim.
Syahdan, keluarlah karakter asli
penguasa otoriter. Namrud memerintahkan staf-staf kerajaannya untuk
mempersiapkan pembunuhan Ibrahim dengan cara dibakar dengan dikelilingi warga,
layaknya api unggun di malam perkemahan. Ibrahim, yang tak memiliki cukup
kawan, harus kalah, setidaknya untuk sementara. Ibrahim dibawa paksa oleh para
loyalis Namrud, ia diletakkan di tengah-tengah kayu bakar. Dinyalakanlah api
hingga kobarannya hampir mencakar langit. Ketika api semakin berkobar, warga
dan para loyalis Namrud berpesta-pora atas matinya ‘si pembuat onar’. Namun,
ada komunikasi gaib yang terjadi antara Sang Penolong dengan media penghukum
‘si pembuat onar’, yang tak lain adalah api. Sang Penolong adalah pencipta api,
juga pencipta Ibrahim. Sang Penolong inilah yang selalu dipuja dan dipuji oleh
Ibrahim. Ibrahim yang semakin dekat dengan Sang Penolong ketika gagal dalam
mencari wujud-Nya di langit; ia kira Sang Penolong itu berwujud bintang,
nyatanya bukan. Ia kira Sang Penolong berwujud bulan, nyatanya bukan. Ia kira
Sang Penolong berwujud matahari, nyatanya Dia lebih besar dari segalanya.
Dengan keyakinannya, Ibrahim memuji-Nya sebagai Dzat Yang menciptakannya dan
Yang memberi petunjuk kepadanya, Yang memberinya makan dan minum, Yang
menyembuhkannya ketika sakit, dan Dia-lah yang sangat diharapkannya untuk
mengampuni kesalahannya di Hari Kiamat.
Selain dialog gaib antara Sang Penolong
dengan api itu, ada pula aksi tersembunyi yang dilakukan oleh para makhluk Sang
Penolong, di antara mereka adalah dari kalangan cicak dan semut. Semut-semut
melakukan hal yang dipandang mustahil, yakni mencoba memadamkan api dengan
hanya setitik air. Sedangkan cicak-cicak sebaliknya, mereka justru mencoba
meniup api, agar api itu terus berkobar membumbung tinggi, meskipun sesungguhnya
para cicak itu mengerjakan sesuatu yang hampir mustahil. Tidak lama kemudian, Sang
Penolong, dengan segala keagungan dan kebijaksanaan-Nya berfirman kepada api,
“Wahai api, jadilah dingin dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim.” Seketika
menjadi dinginlah api itu, dan tidak berpengaruh apa-apa kepada Ibrahim kecuali
memberikan keselamatan.
Segala apapun yang tertulis dalam
al-Qur’an, atau apapun yang terkatakan lewat lisan utusan-Nya, selalu
mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi siapapun yang berpikir, asalkan
hatinya masih terbuka untuk mendekap kebenaran. Para nabi dan rasul itu ada
yang diberikan mukjizat oleh-Nya untuk dapat menunjukkan bahwa apa yang dibawa
oleh para utusan-Nya adalah kebenaran yang mutlak tanpa bisa ditawar-tawar. Maka
serumit apapun mukjizat, dan semustahil apapun kemungkinan datangnya keajaiban,
pastilah mudah dipercaya adanya bagi orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Dari
satu peristiwa yang disebutkan di atas, dapat menjadi ribuan hikmah dan
pelajaran bagi umat yang lahir setelahnya.
Lihatlah, cicak telah resmi menjadi
hewan terlaknat hingga hari kiamat disebabkan oleh ulahnya meniup api yang
membakar Nabi Ibrahim ‘alayhissalam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam menganjurkan kepada para umatnya untuk membunuh cicak. Padahal apa yang dilakukan cicak pada saat itu
tergolong pekerjaan yang sia-sia belaka. Segala perbuatan, sekecil apapun, akan
ada balasannya.
Negeri ini sedang mengalami darurat
kerukunan. Darurat yang disebabkan oleh satu orang yang tidak mengerti makna
kebhinnekaan yang sesungguhnya, tetapi mengaku sebagai orang yang paham. Orang ini
menganggap al-Qur’an sebagai alat kebohongan yang menurutnya kerap digunakan
oleh para oknum politik busuk agar tidak memilih pemimpin non-muslim, yang
notabene termasuk pula dirinya. Lucunya lagi, ia mengaku memahami al-Qur’an dan
bisa saja menghafalkannya karena itu hal yang mudah. Orang seperti ini –dan juga
tentunya para pendukungnya- tidak menyadari bahwa dialah pembuat keonaran
sesungguhnya. Salah, tetapi tidak menyadarinya, malah menuding orang lain yang
bersalah. Bodoh tetapi tidak merasa bodoh, malah menuduh orang lain yang bodoh.
Sebagaimana Namrud yang bungkam ketika ditantang Ibrahim. Begitupun pendukungnya
yang persis seperti penyembah berhala di zaman Ibrahim yang bungkam ketika
Ibrahim mengatakan bahwa berhala yang paling besar-lah yang melakukan
penghancuran terhadap berhala lainnya.
Manakala keadaan sekarang sudah
sedemikian jelas antara yang haq dan yang bathil, yang hitam dan putih, yang
benar dan yang salah, yang pintar dan yang bodoh, yang Ibrahim dan yang Namrud;
mengapa masih ada segolongan umat Islam yang tidak melihat kejelasan itu? Apakah
tidak pernah diajarkan kepada mereka bagaimana menghormati orang berilmu dan
menjauhi orang yang tidak pandai menjaga mulutnya dari ocehan-ocehan kasar? Apakah
sampai hati mempercayai tuduhan-tuduhan tak berdasar yang menghina para ulama,
padahal sulit bagi kita untuk menyamai kesalihannya, bahkan untuk mendekati
kesalihannya saja sulit? Apakah mereka lupa bahwa nabi mereka juga dahulu
banyak dituduh, dicemooh, dan dicaci? Ya, para lelaki bersorban dan berpeci itu
memang bukan nabi, tetapi apakah mereka lupa bahwa ulama adalah penerus para
nabi? Kemana pelajaran agama yang mereka dapatkan sedari keci, atau
jangan-jangan memang tidak lagi menganggap agama sebagai pegangan yang sakral
nan harus ditaati?
Sadarlah. Ingatlah bahwa pendukung
Fir’aun harus mati menderita menelan air laut hingga ditenggelamkan
sehina-hinanya! Ingatlah bahwa pernah ada kaum yang harus ditenggelamkan oleh
air bah setinggi gunung ‘hanya’ disebabkan oleh ejekan mereka yang tidak
percaya soal proyek pembangunan kapal oleh Nuh ‘alayhissalam.
Mungkin saja, ‘api’ yang terus
membakar umat Islam hingga detik ini justru menjadi ‘dingin’ dan memberikan ‘keselamatan’.
Mungkin saja, ada dialog tersembunyi antara Sang Penolong dengan ‘api’ yang
semakin membubung tinggi. Mungkin saja, banyak ‘semut’ yang mendapat rahmat
hingga haram untuk dibunuh, sedangkan banyak ‘cicak’ terlaknat yang dianjurkan
untuk dibunuh. Mungkin saja, pesta pora yang dirayakan oleh para ‘pendukung
Namrud’ justru akan mendatangkan azab yang pedih, yang tak pernah terpikirkan
oleh mereka. Sebagaimana Namrud yang dapat dikalahkan oleh seekor nyamuk,
kemudian tewas sebagai makhluk yang hina.
Saya Atas nama IBU SALMAH ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di SINGAPURA jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga di kampun,jadi TKW itu sangat menderita dan di suatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak di sengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di SINGAPURA,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg di berikan AKI SOLEH 100% tembus (4D) <<< 4 0 3 1 >>> saya menang togel (179,juta) meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih banyak atas bantuang nomor togel nya AKI wassalam.
ReplyDeleteKLIK DISINI ((( BOCORAN * TOGEL * JITU ( 4D ) HARI * INI )))