Tidak sedikit
orang yang setuju –setidaknya saya pribadi- kalau di negeri kita ini terlalu
banyak hal formalitas yang berbelit-belit terkesan dipersulit, bahkan terkesan
mengada-ada belaka. Lihat bagaimana sekarang pembuatan kartu tanda penduduk
yang tidak semudah dahulu. Benar, alasannya agar tertata rapi dan tidak ada
lagi KTP ganda bagi satu orang. Tetapi kenyataan di lapangan? Coba saja Anda
lakukan survei di lingkungan Anda sendiri; berapa banyak orang yang memiliki
KTP lebih dari satu. Pelayanan publik lain juga banyak yang menggunakan aturan
berbelit-belit. Transportasi publik belakangan ini mulai banyak menerapkan
transaksi non-tunai. Harapannya agar mengurangi antrean dan penumpukan
kendaraan atau penumpang. Namun apa yang terjadi di lapangan tidaklah berubah
secara signifikan, belum lagi tambahan keluhan masyarakat Indonesia yang
kebanyakan dari mereka malas mencoba hal-hal baru. Kasus yang sering saya temui
di bidang transportasi publik ini paling sering terjadi di stasiun kereta api,
yang sudah pasti dikelola oleh perusahaan milik negara yakni PT. KAI. Sistem yang
digunakan sekarang untuk pelayanan kereta jarak jauh menggunakan boarding
pass. Mirip pesawat. Penumpang tidak bisa lagi mencetak tiket jauh-jauh
hari seperti sebelumnya, namun harus mencetak boarding pass tersebut di
stasiun secara mandiri. Walhasil makin banyak penumpang yang ketinggalan
kereta, dan penumpukan penumpang di stasiun pun tetap saja tidak pernah
berkurang.
Stigma negatif terhadap pelayanan
pemerintah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat adalah, “kalau bisa
lambat, kenapa harus dipercepat?” hingga kini pun pertumbuhan calo belum
menemui kata berhenti, walau mungkin saja berkurang. Mungkin, karena saya
memang tidak mencari data soal pertumbuhan calo.
Belum lama ini santer
diperbincangkan isu tentang sertifikasi. Lucunya ini bukan soal sertifikasi
pejabat, wakil rakyat, ataupun pegawai pemerintahan yang semakin mendapatkan
cap buruk dari masyarakat lapisan bawah. Sertifikasi ini direncanakan untuk
diberlakukan terhadap para khatib, atau orang yang memberikan ceramah ketika
shalat Jumat berlangsung. Keheranan masyarakat muslim semakin bertambah karena
gagasan yang dituturkan langsung oleh Menteri Agama di media massa ini muncul
tidak lama setelah seorang Basuki Tjahaja Purnama berstatus tersangka penistaan
agama. Memang praktis setelah Basuki menjadi perbincangan di negeri ini soal
kasus penistaan agama, keadaan negeri ini relatif berubah. Aparat kepolisian
menjadi sangat preventif terhadap aksi-aksi umat Islam, ormas Islam –khususnya FPI-
menjadi target pencekalan, hingga pemerintah yang semakin tidak berimbang dalam
menetapkan kebijakan. Harus diakui Basuki ini memang hebat, seakan-akan ia
seorang putera mahkota yang tidak boleh diganggu kemapanannya.
Karena satu orang Basuki yang
kebetulan hobi berpakaian kotak-kotak, terkotak-kotak pulalah negeri ini. Masyarakat
pendukung pemerintah mayoritas mendukung Basuki. Sebaliknya, masyarakat yang
kerap kontra dengan pemerintah lebih memilih kontra juga dengan Basuki. Kemudian
kini sekonyong-konyong bermunculan (calon) tersangka-tersangka baru di republik
ini. Hebatnya lagi mereka muncul dari kalangan yang kontra dengan Basuki. Habib
Rizieq Shihab yang paling banyak mendapat gugatan, belakangan ini meyusul
kawannya seperjuangan ‘Aksi Bela Islam’, Bachtiar Nasir. Belum lagi sosok-sosok
yang diduga melakukan makar yang kemudian digelandang ke kantor polisi. Ini hanyalah
kasus yang diada-adakan, negeri ini tiba-tiba menjadi negeri yang sangat peduli
dengan kepribadian seseorang. Bagaimana mungkin sebuah tesis yang sudah
dipublikasi sejak lama baru diusut sekarang sebagai karya ilmiah yang melanggar
hukum? Apalagi sampai ada penyadapan percakapan whatsapp yang
nyata-nyata itu melanggar hukum. Meskipun sangat terlihat sekali bahwa
percakapan yang menjadi viral di media sosial itu hanyalah bukti palsu yang
sangat mudah dibuat.
Negeri ini seolah memiliki
kementerian baru, yakni Kementerian Urusan Orang Lain. Individu-individu
tersebut benar-benar dipantau secara intens dan dicari-cari kesalahannya. Lain lagi
dengan yang terjadi pada Basuki. Pelecehannya terhadap ulama sekelas KH. Ma’ruf
Amin sampai harus ‘diredakan’ seorang menteri yang sekalian membonceng Kapolda
Metro Jaya. Ada hubungan apa antara menteri tersebut dengan Basuki?
Kembali lagi kepada pembicaraan
sertifikasi khatib. Gagasan Menteri Agama soal ini terbilang tidak masuk akal. Sebab
bila memang harus ada hal semacam ini, seharusnya hal ini sudah dilakukan sejak
lama. Namun, silakan Anda lakukan riset sendiri. Keadaan dikebirinya para ulama
selama berjalannya pemerintahan Indonesia yang merdeka hanya terjadi pada
masa-masa pemerintahan yang tidak stabil. Bila saya sebut itu terjadi pada
zaman PKI, atau mungkin zaman Soeharto, mungkin banyak pihak yang langsung
antipati dan menutup tulisan ini. Well, saya tidak menyebutkan secara
spesifik kapan keadaan dikebirinya para ulama, sekali lagi saya utarakan, silakan
Anda riset sendiri. Menag mengatakan di media bahwa seharusnya khatib tidak
berceramah yang memunculkan banyak ujaran kebencian, sebaliknya seorang khatib
harus mengutamakan pesan-pesan bertakwa kepada Allah dan beramal shalih. Lalu,
apa sulitnya berceramah seperti itu? Bukankah justru ajakan untuk bertakwa dan
beramal shalih itu sangat mudah, sehingga tidak perlu ada agenda buang-buang
duit untuk sertifikasi khatib? Lantas bagaimana bila pada satu kesempatan
seorang khatib yang seyogianya khutbah di salah satu masjid kemudian berhalangan
hadir, dan di masjid tersebut tidak ada satu pun orang yang memiliki sertifikat
khatib? Apakah shalah Jumat harus dibubarkan karena tidak ada khatib yang
tersertifikasi?
Saya pribadi bukannya tidak setuju
bila memang harus ada standardisasi bagi para ulama, justru itu hal yang sangat
baik sehingga tidak ada orang yang dengan mudahnya mengaku-ngaku sebagai ustadz
kemudian menyampaikan pendapat seenak jidatnya. Namun kita semua tahu, soal
formalitas seperti ini pasti sarat keputusan politis. Kita bersihkan dulu
parlemen dari makelar Undang-undang, bersihkan dulu pemerintahan dari para
mafia, barulah bicara soal standardisasi oleh pemerintah. Saya heran –seharusnya
Anda pun demikian- MUI yang terdiri dari banyak ulama saja fatwanya sering
dicibir oleh para liberalis dan sekularis, mengapa tidak dengan wacana
sertifikasi khatib oleh menag? Hei, menag kita hanya bergelar Sarjana Agama,
hanya S1 lulusan dalam negeri. Apa kabarnya para ulama di MUI? Mengapa para
liberalis itu tidak pernah adil dalam berpendapat?
Kita tidak jarang mendengar pendapat
orang yang tidak suka dengan gerakan Islam yang ingin mendirikan khilafah. Mereka
berkata, “Indonesia bukan hanya diduduki orang Islam saja.” Memang benar. Lantas
mengapa mereka tidak protes kepada Menteri Agama yang selama ini terkesan hanya
mengurusi umat Islam saja? Standardisasi khatib, peraturan pemilihan rektor
PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri); bukankah itu pencurahan
perhatian berlebih kepada umat Islam? Masih ada empat agama lain yang diakui di
negeri ini. Jika alasannya adalah karena Islam agama mayoritas yang dianut
penduduk Indonesia, maka jangan mencibir para politikus muslim yang ngotot
menerapkan perda syariah, jangan mencibir gerakan Islam yang ingin mendirikan
khilafah, jangan sinis kepada lelaki berjenggot bercelana cingkrang dan
perempuan bercadar; karena mereka mayoritas dan mencoba melaksanakan perintah
agamanya dengan benar dan konsisten. Mengapa tidak dibuat saja kementerian
khusus bagi orang Islam. Kementerian Agama Islam misalnya.
Semoga negeri ini tidak semakin
terjerumus kepada lumpur kenaifan, beku dalam kefanatikan, juga
terombang-ambing dalam arus kebohongan. Revolusi hanya tinggal menunggu waktu. Tuhan
akan segera melakukan revolusi itu. Kalau bukan lewat manusia-Nya, berarti
lewat bencana-Nya. Bagaimana nasib kita ketika revolusi itu terjadi, tergantung
berada di barisan mana kita sekarang.
Saya Atas nama IBU SALMAH ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di SINGAPURA jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga di kampun,jadi TKW itu sangat menderita dan di suatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak di sengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di SINGAPURA,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg di berikan AKI SOLEH 100% tembus (4D) <<< 4 0 3 1 >>> saya menang togel (179,juta) meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih banyak atas bantuang nomor togel nya AKI wassalam.
ReplyDeleteKLIK DISINI ((( BOCORAN * TOGEL * JITU ( 4D ) HARI * INI )))